REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) mencatat jumlah dana yang disalurkan perusahaan fintech atau pinjaman online sebesar Rp 295,85 triliun per 31 Desember 2021. Adapun dana tersebut didapatkan dari transaksi yang dilakukan 809 ribu pemberi pinjaman dengan 73,24 juta peminjam.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan jumlah perusahaan pinjaman online yang telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjumlah 103 perusahaan. "Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman online masih dibutuhkan oleh masyarakat untuk melayani mereka yang tidak bisa diakses oleh lembaga keuangan formal seperti perbankan dan juga penting bagi pelaku UKM," ujarnya saat webinar, Senin (21/2/2022) malam.
Namun demikian, Tongam mengakui saat ini masih ada masyarakat yang terjerumus ke dalam pinjaman online ilegal yang tidak terdaftar dan tidak diawasi oleh OJK. Tongam menyebut maraknya tren pinjol ilegal dikarenakan dua hal, yakni pemberi pinjaman dan peminjam itu sendiri.
"Pertama, karena pelaku sangat mudah untuk membuat situs atau SMS yang juga bisa dengan mudah diterima masyarakat. Kemudian, servernya ada di luar negeri jadi sulit diblokir," ucapnya.
Menurutnya masyarakat masih ada yang belum mengecek terlebih dahulu legalitas perusahaan pemberi peminjam. "Karena mereka butuh uang dan diisi link yang ia terima, akhirnya masuklah dia (ke pinjol ilegal)," katanya.
Ke depan pihaknya berupaya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat sebagai bentuk upaya pencegahan. Hal-hal yang dilakukan antara lain membuat iklan layanan masyarakat di transportasi umum, penyebaran SMS 'Waspada Pinjol Ilegal' melalui tujuh operator dan kerja sama dengan Google terkait syarat pinjaman pribadi di Indonesia.
Adapun sejumlah ciri-ciri pinjol ilegal yang dapat dikenali mulai dari tidak memiliki izin usaha yang resmi, tidak memiliki alamat dan kantor yang jelas, syarat pinjaman yang mudah, informasi bunga dan denda yang tidak jelas, diminta mengakses data ponsel, hingga ancaman teror.