REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Luqman Hakim meminta semua pihak harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Dengan begitu, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menerapkan syarat calon presiden (capres) harus mengantongi dukungan 20 persen parpol.
"Keputusan MK harus kita hormati bersama. Putusan ini sudah saya perkirakan sebelumnya, karena gugatan terhadap presidential threshold sudah beberapa kali digugat ke MK dan putusan-nya selalu sama yaitu ditolak," kata Luqman di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Dia menyebut, MK konsisten dengan pandangannya bahwa norma presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan presiden.Karena itu, Luqman mengajak para penggugat presidential threshold, seperti Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo untuk menempuh jalur parlemen yaitu bergabung menjadi anggota partai politik.
"Mari bergabung bersama PKB. Saya janjikan jika PKB memenangi Pemilu 2024, salah satu agenda penting yang akan diprioritaskan PKB adalah perbaikan sistem pemilu, kepartaian dan kelembagaan legislatif, termasuk di dalamnya menghilangkan presidensial threshold," ujarnya.
MK secara konsisten menyatakan presidential threshold mengusulkan capres sebesar 20 persen, yang terkandung dalam Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, adalah konstitusional. Denga begitu, gugatan mantan Panglima TNI tersebut kandas di mata hukum.
"Mendasarkan syarat perolehan suara (kursi) partai politik di DPR dengan persentase tertentu untuk dapat mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah konstitusional," kata hakim konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang putusan yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis.
Pernyataan serupa telah dikemukakan oleh MK dalam putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008. Meskipun merupakan putusan dalam perkara pengujian UU yang berbeda, yaitu UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, secara substansial norma yang dimohonkan pengujian mengatur hal yang sama dengan perkara a quo.
Adapun perkara yang dimohonkan oleh Pemohon adalah besaran angka persentase presidential threshold. Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 telah menjadi dasar pertimbangan hukum berbagai putusan MK untuk perkara serupa. "Menurut pendapat kami, belum terdapat alasan-alasan yang fundamental untuk dapat menggeser pendirian Mahkamah atas putusan-putusan yang sebelumnya," ucap Manahan