Senin 07 Mar 2022 10:29 WIB

Erdogan Desak Putin Deklarasikan Gencatan Senjata dan Berdamai

Erdogan mendesak Putin untuk mengumumkan gencatan senjata dan berdamai dengan Ukraina

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (6/3/2022) mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengumumkan gencatan senjata di Ukraina. Edrogan juga menyerukan agar kedua negara itu berdamai.

“Erdogan mendesak Vladimir Putin untuk mengumumkan gencatan senjata di Ukraina dan membuka koridor kemanusiaan dan mencapai kesepakatan damai,” kata kantornya dilansir dari The National New, Senin (7/3/2022).

Baca Juga

Anggota NATO Turki berbagi perbatasan laut dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam dan memiliki hubungan baik dengan keduanya. Ankara telah menyebut serangan Rusia tidak dapat diterima dan menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan, tetapi telah menentang sanksi terhadap Moskow.

Berbicara melalui sambungan telepon selama satu jam, Erdogan mengatakan kepada Putin bahwa Ankara siap untuk berkontribusi pada penyelesaian konflik secara damai. Menurutnya, gencatan senjata segera tidak hanya akan meredakan kekhawatiran kemanusiaan di kawasan itu, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pencarian solusi politik, memperbarui seruannya. “Mari kita buka jalan bagi perdamaian bersama'," bunyi pernyataan resmi dari kantornya.

“Erdogan menekankan pentingnya mengambil langkah-langkah mendesak untuk mencapai gencatan senjata, membuka koridor kemanusiaan dan menandatangani perjanjian damai,” tambah pernyataan itu.

Kremlin mengatakan Putin mengatakan kepada Erdogan bahwa Rusia akan menghentikan operasi militernya hanya jika Ukraina berhenti berperang dan jika tuntutan Moskow dipenuhi. Dikatakan operasi itu akan direncanakan.

Rusia menyebut serangannya sebagai "operasi militer khusus". Ini telah mengakibatkan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi. PBB menyebutkan, bahwa ini merupakan krisis pengungsi yang tumbuh paling cepat di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Turki mengatakan akan "naif" untuk mengharapkan hasil dari negosiasi Ukraina-Rusia saat pertempuran berlanjut.

“Menteri Pertahanan Hulusi Akar kemudian berbicara dengan rekan Ukrainanya Oleksii Reznikov melalui telepon dan mengatakan kepadanya bahwa gencatan senjata, bahkan untuk waktu yang terbatas, sangat dibutuhkan untuk evakuasi sipil yang aman dan pengiriman bantuan,” kata kementeriannya.

Akar juga telah menyampaikan harapan Turki bahwa keamanan orang Turki yang belum pindah dari Ukraina terjamin.

Erdogan, yang menyebut Putin sebagai "teman", terakhir kali berbicara dengan pemimpin Rusia itu pada 23 Februari, sehari sebelum Rusia melancarkan serangannya.

Panggilan itu menjadikannya pemimpin NATO ketiga yang berbicara dengan Putin sejak serangannya, setelah para pemimpin Jerman dan Prancis. Sementara menjalin hubungan dekat dengan Rusia di bidang pertahanan, perdagangan dan energi, dan menampung jutaan turis Rusia setiap tahun, Turki juga telah menjual drone ke Ukraina, yang membuat marah Moskow.

Ia juga menentang kebijakan Rusia di Suriah dan Libya, serta pencaplokan Krimea pada 2014.

Ankara mengatakan ingin mempertemukan para menteri luar negeri dari Ukraina dan Rusia untuk pembicaraan di forum diplomasi minggu depan di Turki selatan. Kedua negara telah menyambut baik tawaran itu, tetapi Turki mengatakan tidak jelas apakah mereka akan dapat hadir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement