REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengatakan, bahwa pada Masa Sidang III Tahun Sudang 2021-2022 DPR berhasil mengesahkan sembilan RUU baru. Meski secara kuantitas cukup banyak, hanya dua dari sembilan RUU yang disahkan berasal dari Daftar RUU Prioritas 2022, yakni RUU Ibu Kota Negara dan RUU tentang Keolahragaan.
"Bisa dikatakan kinerja DPR sesungguhnya tak terlalu mengesankan. Hasil dua RUU Prioritas dalam satu masa sidang adalah kinerja standar," kata peneliti Formappi, Yohanes Taryono dalam konferensi pers secara daring, Jumat (11/3/2022).
Sementara itu, tujuh RUU lain yang disahkan pada Masa Sidang III adalah RUU Kumulatif Terbuka terkait dengan pembentukan provinsi tertentu. Taryono mengatakan, tuntasnya pembahasan tujuh RUU Kumulatif Terbuka yang kesemuanya terkait dengan pengaturan terkait wilayah propinsi memang mudah dijelaskan karena secara substansi banyak norma yang sama didalam RUU-RUU tersebut sehingga tak perlu dibahas secara terpisah pada setiap RUU Propinsi itu.
Meski demikian, karena dua RUU Prioritas itu disahkan pada masa sidang pembuka tahun 2022, maka kinerja DPR dinilai perlu diapresiasi. Para anggota dewan dianggap mampu menancapkan semangat diawal tahun dengan langsung menuntaskan dua RUU Prioritas.
"Jika semangat itu terus terjaga dengan baik, maka pada masa sidang selanjutnya publik menunggu capaian yang lebih mentereng lagi dengan lebih banyak RUU yang selesai dibahas," ujarnya.
Selain itu dari sisi prosedur, Taryono mengungkapkan, proses pembahasan RUU yang paling banyak dibicarakan pada Masa Sidang ke-III terkait RUU Ibu Kota Negara. Proses pembahasan RUU Ibu Kota Negara dinilai mirip dengan proses yang terjadi pada UU Cipta Kerja.
"Proses pembahasan cepat yang dilakukan oleh DPR bersama dengan pemerintah tentu saja baik karena bisa menunjukkan peningkatan produktivitas kinerja legislasi. Akan tetapi bekerja cepat saja tidak cukup untuk sebuah hasil yang berkualitas," tuturnya.
Taryono menambahkan, proses pembahasan kilat RUU IKN justru dinilai menjadi siasat cerdik parlemen mengaburkan partisipasi publik. Ia menegaskan, bahwa Fomappi tak mempersoalkan kebijakan pemindahan ibu kota negara.
"Yang jadi kepedulian Formappi adalah memastikan peran DPR sebagai representasi rakyat dijalankan secara maksimal, bukan alakadarnya," ungkapnya.