REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mufti Anam menilai, kebijakan untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi tak memberikan solusi. Justru, membuat masyarakat tak dipermudah dalam memperoleh minyak goreng.
"Bapak tahu, setiap bapak mengeluarkan kebijakan, mereka teriak, rakyat teriak, akhirnya tak ada solusi seperti sekarang," ujar Mufti dalam rapat kerja dengan Lutfi, Kamis (17/3/2022).
Sejak Januari hingga Maret 2022, Lutfi sudah mengeluarkan enam peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Namun, ia menilai tak ada satupun kebijakan tersebut berbuah positif untuk kesejahteraan rakyat.
"Kami melihat bahwa Kementerian Perdagangan ini masih seperti macan ompong, tidak ada harga dirinya. Bukan hanya di mata rakyat, tetapi juga di mata produsen minyak goreng," ujar Mufti.
Lutfi, nilai Mufti, juga telah merepotkan Presiden Joko Widodo dalam menjalankan pemerintahan. Pasalnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus turun langsung ke masyarakat untuk mengecek ketersediaan minyak goreng.
"Pak Menteri ini jadi menteri ini adalah pembantu Presiden, pak. Bukan justru dalam situasi ini Pak Menteri malah merepotkan presiden sampai beliau turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini," ujar Mufti.
Dalam rapat tersebut, Lutfi membeberkan sejumlah kecurangan mafia minyak yang terjadi di Indonesia, hingga menyebabkan kelangkaan persediaan. Ia pun meminta maaf karena tidak bisa mengontrol dan melawan penyimpangan tersebut. "Kami menyampaikan permohonan maaf, Kementerian Perdagangan tidak bisa mengontrol," ujar Lutfi.
Lutfi mengungkap, distribusi minyak goreng di setiap provinsi sesungguhnya cukup bagi masyarakat. Namun, ia mengungkapkan adanya mafia dan spekulan memanfaatkan hal tersebut untuk meraup keuntungan.
Ia mencontohkan tiga provinsi yang distribusi minyak gorengnya cukup untuk masyarakatnya, yakni Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Bahkan di Jawa Timur, minyak goreng yang didistribusikan mencapai 91 juta liter.
Sedangkan di Sumatera Utara mencapai 60 juta liter dan DKI Jakarta sebesar 85 juta liter. "Jadi, spekulasi kita, deduksi kami ini ada orang-orang yang mendapat, mengambil kesempatan di dalam kesempitan," ujar Lutfi.