Ahad 20 Mar 2022 12:00 WIB

Ketimbang Jerat Haris dan Fatia, Amnesty: Usut Konflik Kepentingan Blok Wabu

Penetapan tersangka Haris Fatia bukti negara enggan tanggapi kritik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berjalan keluar Gedung Ditreskrimum usai memenuhi undangan mediasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (21/10/2021). Mediasi terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tersebut ditunda oleh pihak kepolisian.
Foto: Antara/Reno Esnir
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berjalan keluar Gedung Ditreskrimum usai memenuhi undangan mediasi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (21/10/2021). Mediasi terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan tersebut ditunda oleh pihak kepolisian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengkritisi penetapan tersangka penetapan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan. Usman menyatakan penetapan keduanya sebagai tersangka merupakan bentuk tekanan terhadap ekspresi kritik warga. Apalagi kasus ini terjadi hanya karena mendiskusikan temuan dalam laporan keduanya.

"Justru penetapan itu malah memperlihatkan kurangnya keterbukaan negara dalam menanggapi kritik," kata Usman dalam keterangan yang dikutip Republika, Ahad (20/3/2022). Usman menilai kejadian ini membuatnya mempertanyakan jaminan negara terhadap hak masyarakat atas kebebasan berekspresi.

Baca Juga

Laporan terhadap keduanya menjadi dampak dari konten video yang diunggah di Youtube berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!". Laporan tersebut diterima kepolisian dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021.

"Menekan aktivis dengan tindakan hukum hanya karena sebuah diskusi terkait seorang menteri jelas menggerus kebebasan berekspresi dan berpotensi menciptakan efek gentar yang dapat membuat orang lain enggan mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa," ujar Usman.

Oleh karena itu, Usman menganjurkan kepolisian mestinya mengusut temuan Haris dan Fatia ketimbang menjadikan keduanya tersangka. Dalam video yang diunggah, Haris dan Fatia menyebut PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terkait bisnis tambang di Blok Wabu yang terletak di Intan Jaya, Papua. Luhut merupakan pemegang saham di Toba Sejahtera Group.

“Pemerintah, DPR, dan lembaga negara yang Independen sebaiknya mulai mengevaluasi rencana eksplorasi Blok Wabu dengan mengusut dugaan konflik kepentingan sebagaimana yang menjadi dugaan mereka," ucap Usman.

Usman juga menekankan diskusi Haris dan Fatia di YouTube dilakukan berdasarkan laporan yang dikeluarkan gabungan organisasi masyarakat sipil. Laporan tersebut didasari kajian terhadap faktor-faktor yang memicu pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

"Dan itu adalah sesuatu yang sah dan tidak boleh dipidanakan," tutur Usman.

Sebelumnya, Tim Advokasi untuk Demokrasi menilai kasus yang menjerat Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti adalah pemidanaan yang dipaksakan. Hal itu dibuktikan dengan adanya beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan dalam kasus Haris Azhar dan Fatia dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Di antaranya, penerapan pasal dalam penyidikan tidak memenuhi unsur pidana; proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini melanggar SKB Pedoman Implementasi UU ITE," ujar tim advokasi dalam siaran persnya, Ahad (20/3/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement