REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Putih Sari mengatakan, pemerintah tetap perlu berhati-hati ketika Covid-19 berubah statusnya menjadi endemi. Pasalnya, banyak pula penyakit berstatus endemi yang tetap menimbulkan banyak korban jiwa.
"Jadi, kewaspadaan dan kehati-hatian menggunakan status endemi ini mohon bisa dikawal ke depannya. Jangan terburu-buru, tapi bukan berarti juga menjadi memperpanjang situasi pandemi ini," ujar Putih dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Rabu (23/3/2022).
Ia mencontohkan, sejumlah penyakit yang saat ini sudah menjadi pandemi, yakni demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan tuberkulosis. Namun, ketiga penyakit tersebut masih menjadi penyebab meninggalnya manusia.
"Kita juga harus belajar banyak penyakit betul dengan status endemi saja, masih tetap menyumbangkan kesakitan dan kematian yang tinggi," ujar Putih.
Di samping itu, perubahan status Covid-19 dari pandemi menjadi endemi harus didukung dengan peningkatan vaksinasi. Sebab, menurut data terakhir, baru 57 persen masyarakat Indonesia yang sudah menjalani vaksinasi dosis kedua.
"Harus fairlah kalau mau yang lengkap yang disajikan, artinya yang lengkap ini baru 57 persen. Masih jauh kalau kita bandingkan dengan negara maju lainnya," ujar Putih.
Dalam rapat tersebut, Budi menjelaskan, tak ada satupun virus yang selamanya berstatus pandemi, termasuk untuk Covid-19. Sebuah keniscayaan status pandemi Covid-19 akan berubah menjadi endemi.
"Kita mengamati dari sejarah pandemi umat manusia ini, kesimpulan nomor satu dia pasti berubah menjadi endemi. Tidak ada pandemi yang terus-terusan menjadi pandemi, dia pasti berubah menjadi endemi," ujar Budi.
Ia mencontohkan, demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya pernah menjadi penyakit mematikan dan berstatus pandemi. Namun, penyakit tersebut sudah dapat dicegah dengan perilaku masyarakat dan lingkungan yang sehat.
Hal serupa juga terjadi dengan maut hitam atau black death yang terjadi di Eropa pada pertengahan abad ke-14. Penyebarannya lewat hewan pengerat seperti tikus dan marmut kini sudah dapat dicegah oleh masyarakat.
"Kalau kita amati, nanti akan ada contoh-contohnya dilakukan di negara lain, perubahan itu terjadi kalau kita amati dari sejarah pandemi umat manusia adalah pada saat umat manusia secara individu udah sadar risikonya dan sudah bisa menangani ini semua," ujar Budi.