Selasa 05 Apr 2022 17:55 WIB

Denmark Usir 15 Diplomat Rusia

Ke-15 diplomat tersebut dituding sebagai petugas intelijen.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Pemerintah Denmark telah mengusir 15 diplomat Rusia dari negara mereka. Ke-15 diplomat tersebut dituding sebagai petugas intelijen.

"Kami telah menetapkan bahwa 15 perwira intelijen yang diusir telah melakukan kegiatan mata-mata di tanah Denmark," kata Menteri Luar Negeri Jeppe Kofod kepada awak media setelah pertemuan di parlemen, Selasa (5/4/2022).

Kofod mengungkapkan, lewat pengusiran tersebut, Denmark ingin menegaskan bahwa kegiatan spionase di negara tersebut tak dapat diterima. Menurut Kementerian Luar Negeri Denmark, ke-15 diplomat Rusia itu memiliki waktu 14 hari untuk hengkang dan kembali ke Moskow.

Kofod mengatakan, duta besar (dubes) Rusia di Kopenhagen telah diberi tahu tentang pengusiran tersebut. “Denmark tidak ingin memutuskan hubungan diplomatik dengan Moskow. Oleh karena itu, dubes Rusia dan sisa staf lainnya di kedutaan di Kopenhagen tidak termasuk dalam pengusiran,” ucapnya.

Belum ada keterangan resmi Rusia terkait keputusan Denmark mengusir 15 diplomatnya. Sementara itu, terkait perkembangan situasi di Ukraina, Kofod menyampaikan kecaman keras atas serangan brutal Rusia di kota Bucha yang turut memakan korban warga sipil. “Serangan yang disengaja terhadap warga sipil adalah kejahatan perang,” ujarnya.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah mengatakan, rekaman video yang menunjukkan mayat warga sipil bergeletakan di kota Bucha pasca pasukan Rusia mundur dari daerah itu merupakan “serangan berita palsu”. Menurut Lavrov “pementasan” tersebut bertujuan meningkatkan sentimen anti-Rusia.

“Pada hari lain, serangan palsu lainnya dilakukan di kota Bucha di wilayah Kiev setelah militer Rusia meninggalkannya sesuai dengan rencana dan mencapai kesepakatan. Beberapa hari kemudian, pengaturan panggung diselenggarakan di sana, yang sekarang dipromosikan lewat semua saluran serta jaringan sosial oleh perwakilan Ukraina dan pelanggan Barat mereka,” kata Lavrov selama pertemuannya dengan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths, Senin (4/4/2022), dikutip Anadolu Agency.

Lavrov menjelaskan, pasukan Rusia meninggalkan Bucha pada 30 Maret. Sehari setelahnya, wali kota Bucha mengumumkan bahwa kondisi di sana baik-baik saja. “Kemudian beberapa hari kemudian, tiba-tiba sebuah pertunjukan diselenggarakan di jalan-jalan kota untuk tujuan anti-Rusia lebih lanjut,” ucap Lavrov.

Menurut dia, hal tersebut merupakan provokasi dan mengancam perdamaian serta keamanan internasional. Lavrov mendesak Inggris selaku ketua Dewan Keamanan PBB bulan ini untuk menggelar pertemuan membahas situasi di Bucha. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement