Rabu 13 Apr 2022 13:37 WIB

IM57+ Institute: Bila Terbukti Kembali Langgar Kode Etik, Lili Pintauli Pantas Dipecat

Dikhawatirkan perilaku pimpinan KPK seperti Lili ditiru pegawai di level bawahnya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar (tengah) memberikan konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi Kabupaten Buru Selatan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menahan Tagop Sudarsono Soulisa dan Johny Rynhard Kasman terkait  perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011 sampai dengan 2016.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar/rwa.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar (tengah) memberikan konferensi pers terkait kasus dugaan korupsi Kabupaten Buru Selatan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menahan Tagop Sudarsono Soulisa dan Johny Rynhard Kasman terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011 sampai dengan 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pegawai KPK yang terhimpun dalam Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute) menyoroti Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar yang lagi-lagi berurusan dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK. IM57+ Institute mendesak Dewas KPK menindak serius laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut.

"Apabila terbukti, Dewas KPK harus memecat Lili Pintauli Siregar. Dewas KPK harus melihat kasus gratifikasi tiket MotoGP ini bukan perkara biasa," kata Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha di Jakara, Rabu (13/4/2022).

Baca Juga

Praswad mengaku pemahaman hukum anggota Dewas KPK tak perlu diragukan. Dewas dianggap mengetahui delik pidana biasa saja, pengulangan tindak pidana mengakibatkan adanya pemberatan hukuman.

"Apalagi Lili Pintauli Siregar saat ini menjabat sebagai pimpinan penegak hukum, apabila laporan ini terbukti maka terdapat pengulangan pelanggaran etik yang bahkan masuk dalam delik gratifikasi serta merupakan tindak pidana korupsi," ujar Praswad.

Untuk itu, Praswad mengingatkan bila laporan pelanggaran penerimaan tiket MotoGP ini terbukti benar, maka Dewas harus melihat ini sebagai perbuatan berulang. Sehingga ia meyakini sanksi pemecatan pantas dijatuhkan terhadap Lili.

"Tujuannya agar standar etik KPK tidak menurun yang otomatis akan diikuti kepercayaan publik yang juga menurun terhadap KPK," tegas Praswad.

Selain itu, Praswad memandang tindakan Dewas yang permisif berkali-kali terhadap pelanggaran pimpinan KPK akan merusak mental seluruh pegawai KPK. Bahkan bisa saja pegawai di level penyidik dan pelaksana di lapangan meniru perilaku Lili.

"Para pegawai akan mencontoh tindakan para pemimpinnya yang berkali-kali melakukan pelanggaran kode etik namun tetap baik-baik saja," sebut Praswad.

Lili diduga mendapatkan fasilitas mewah menonton MotoGP mulai 18 hingga 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diduga mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16 Maret sampai 22 Maret 2022.

Ini bukan kali pertama Lili Pintauli Siregar berurusan dengan dugaan pelanggaran etik. Sebelumnya, Lili terbukti melanggar kode etik dan perilaku pegawai KPK dengan melakukan kontak kepada mantan wali kota Tanjungbalai, M Syahrial yang saat itu tengah berperkara di KPK.

Dewas menilai Lili telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi. Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas terkait dugaan pelanggaran etik berkenaan dengan penanganan perkara di Labuhanbatu Utara Labura, Sumatra Utara. Namun, Dewas menegaskan tidak akan menindaklanjuti laporan ini karena mengaku tidak cukup bukti.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement