Senin 02 May 2022 19:10 WIB

Upaya Memotong Mata Rantai Kejahatan Jalanan di Yogyakarta

Hampir seluruh sekolah khususnya setingkat SMA/SMK di DIY dapat dijumpai geng pelajar

Tersangka pelaku kejahatan jalanan atau klitih dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Senin (11/4/2022). Sebanyak lima tersangka berstatus pelajar dan mahasiswa diamankan dari kasus penganiyaan pelajar SMA hingga meninggal. Pelaku dijerat dengan Pasal 353 Ayat (3) Juncto Pasal 55 atau Pasal 351 Ayat (3) Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Barang bukti celurit, pedang, serta hear sepeda motor turut dihadirkan dalam konferensi pers ini.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tersangka pelaku kejahatan jalanan atau klitih dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Senin (11/4/2022). Sebanyak lima tersangka berstatus pelajar dan mahasiswa diamankan dari kasus penganiyaan pelajar SMA hingga meninggal. Pelaku dijerat dengan Pasal 353 Ayat (3) Juncto Pasal 55 atau Pasal 351 Ayat (3) Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Barang bukti celurit, pedang, serta hear sepeda motor turut dihadirkan dalam konferensi pers ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Sebuah gir berdiameter 21 cm yang diikat sabuk bela diri berwarna kuning sepanjang 224 cm menjadi saksi bisu aksi kejahatan jalanan di Yogyakarta. Penggerak roda sepeda motor yang diubah menjadi senjata itu ditunjukkan polisi sebagai salah satu barang bukti peristiwa kelam pada Ahad (3/4/2022) dini hari di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta.

Peristiwa itu menewaskan seorang siswa kelas XI SMA Muhammadiyah 2. Gir bertali itu digunakan seorang tersangka yang masih duduk di bangku SMK untuk menyerang korban dengan mengayunkan ke arah sasaran. Korban yang membonceng sepeda motor temannya mendapat hantaman besi bergerigi tersebut pada bagian kepala yang mengakibatkan nyawanya tak tertolong, kendati sempat dilarikan polisi ke rumah sakit.

Baca Juga

Peristiwa itu berlangsung singkat. Bermula dari ketersinggungan dua kelompok remaja ketika berpapasan di jalan. Didahului saling ejek, memberi isyarat untuk saling menantang, mengeluarkan kata-kata makian, kejar-mengejar, hingga berujung penyerangan yang mengakibatkan seorang korban meninggal dunia.

Sepekan setelah kejadian, polisi menangkap lima orang yang diduga terlibat aksi itu. Mereka memiliki rentang usia 18 hingga 20 tahun yang terdiri atas dua pelajar setingkat SMA, dua mahasiswa, dan seorang pengangguran. Aparat kepolisian meyakinkan publik bahwa korban dalam setiap kasus kejahatan jalanan tidak acak atau tidak menyerang sembarang orang tanpa motif.

Yang berpotensi menjadi pelaku maupun korban, menurut polisi, adalah anak-anak muda, laki-laki usia pelajar yang berkelompok, kemudian saling ejek saat berpapasan di jalan. "Jadi korban Itu bukan acak. Bukan masyarakat biasa," ucap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.

Kendati dipicu ketersinggungan sesaat, faktanya geng pelajar itu telah membawa gir serta barang bukti lain berupa parang dan golok. Kelimanya dijerat dengan Pasal 353 ayat 3 KUHP tentang Penganiayaan Berat Berencana subsider 351 ayat 3 tentang Penganiayaan yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia atau Penganiayaan Berat.

Penganiayaan berencana ancaman maksimal 9 tahun penjara, dan penganiayaan berat ancaman maksimal 7 tahun penjara.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement