REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dea Alvi Soraya, Dian Fath Risalah, Rr Laeny Sulistyawati
Tepat pukul 15.30, kereta Argo Parahyangan yang membawa Citra (25 tahun) bersama keluarga kecilnya baru saja tiba di Stasiun Bandung. Begitu kereta merapat ke peron, ratusan penumpang mulai memenuhi stasiun beriringan dengan puluhan porter tengah membantu membawa barang maupun yang masih mencoba menjajakan jasa mereka.
Meski harus berdesak-desakan dan menghabiskan berjam-jam di perjalanan, raut lega meski disertai garis-garis lelah terlihat jelas di wajah-wajah para pemudik, termasuk Citra dan keluarga kecilnya.
Wanita yang selama beberapa tahun belakangan menetap di Bekasi ini mengaku sangat senang dapat kembali ke kampung halaman. Dia mengatakan, ini merupakan perjalanan mudik pertamanya dengan menggunakan kereta.
“Berangkat dari Bekasi jam 13.00 sampai Bandung 15.30, tadi di kereta rame banget, saya baru kali ini naik kereta sebelumnya biasanya pakai kendaraan pribadi,” kata Citra saat ditemui Republika di Stasiun Bandung, Kamis (28/4/2022).
Dia mengatakan sengaja memilih menggunakan kereta untuk menghindari kemacetan, merujuk pada tingginya antusias warga untuk mudik setelah dua tahun berturut-turut dilarang. “Saya prediksi pasti macet banget, engga sanggup karena memang bawa anak kecil juga, umur 1,5 tahun. Jadi pakai kereta saja biar ngehindarin macet,” tuturnya.
Meski baru pertama kali menggunakan moda transportasi publik, terlebih di masa mudik, Citra mengaku sangat menikmati perjalanannya. Menurutnya, dengan menggunakan transportasi publik, justru lebih menambah kehangatan suasana mudik yang selama ini sangat dirindukannya.
“Anak aku kan juga baru pertama kali naik kereta, biasanya ke Bandung itu naik mobil pribadi. Tapi asik sih naik kereta, bisa ngerasain euforia mudik naik kendaraan umum karena kan biasanya kendaraan pribadi jadi engga bisa ngerasain rame sama riweuhnya cari tiket, seru sih,” ujarnya.
Pendapat serupa juga diungkapkan Nurul. Ibu berusia 58 tahun ini yang akan mudik ke Surabaya ini mengatakan cukup merindukan suasana keramaian menjelang hari raya. Meski hampir setiap bulan bolak-balik Surabaya-Bandung, namun dia mengatakan hari ini adalah perjalanan teramainya.
“Sudah sering naik kereta ke Surabaya, cuma hari ini paling ramai. Karena bulan-bulan kemarin kan masih sepi,” ujar Nurul.
Nurul mengaku sengaja memilih menggunakan moda transportasi kereta api karena lebih nyaman dan dekat dengan rumahnya di Surabaya. Ibu yang telah puluhan tahun menetap di Cijerah, Kota Bandung ini mengatakan cukup menunggu momen-momen seperti ini, khususnya euforia arus mudik maupun arus balik.
Sementara itu, Humas PT KAI Daop 2 Bandung, Kuswardojo mengatakan, hari ini (Kamis, 28 April 2022), Stasiun Bandung memberangkatkan 10.170 penumpang, dan menjadi jumlah pemberangkatan tertinggi dalam beberapa hari belakangan.
“10.170 untuk penjualan tiket, hari ini paling tinggi. Kami prediksi untuk puncaknya tanggal 29-30 besok jadi kemungkinan dua hari besok itu kita bisa lebih dari hari ini,” kata Kuswardojo saat ditemui di Stasiun Bandung, Kamis (28/4/2022).
Dia mengatakan, biasanya Stasiun Bandung akan menyiapkan rata-rata 11.000 kursi per hari, namun untuk keberangkatan Jumat (29/4/2022), Stasiun Bandung akan menyiapkan sekitar 11.700 kursi atau sekitar 22 kereta. Adapun destinasi perjalanan masih didominasi wilayah-wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Biasanya hanya 18 kereta atau 19, nah besok itu ada 22 kereta yang diberangkatkan, jadi seat-nya kurang lebih 11.700 an, biasanya rata-rata 11.000,” ujarnya.
“Tapi kalau dibandingkan masa sebelum pandemi, 2019 misalnya, tahun ini baru 54 persen saja. Jadi belum normal. Tapi kalau hari ini pencapaiannya 67 persen dibandingkan 2019 jadi memang masih jauh sekali,” sambungnya
Banyaknya penumpang yang hilir mudik di Stasiun Bandung menjadi pemandangan yang sebelumnya sangat dirindukan oleh Dadang. Pria asal Cicalengka yang sudah 30 tahun mengabdikan diri sebagai pramubarang atau biasa disebut porter di Stasiun Bandung ini mengaku sangat bersyukur dengan adanya perizinan mudik tahun ini.
“Alhamdulillah setelah dua tahun berhenti, porter juga tidak bisa beraktivitas, sekarang Alhamdulillah bersyukur sudah bisa aktif kembali,” kata Kordinator Porter Stasiun Bandung ini.
Jumlah penumpang Stasiun Bandung, kata Dadang, meningkat cukup drastis, bahkan tiket keberangkatan beberapa tujuan seperti Jakarta, Surabaya dan Malang sudah ludes terjual. Kepadatan, kata dia, juga sudah terlihat dari pukul 15.00 WIB hingga 20.30 WIB, dan akan terus meningkat di hari-hari puncak mudik.
Kepadatan ini tentu akan menjadi angin segar bagi Dadang dan 66 porter Stasiun Bandung yang memang selama dua tahun terakhir harus menganggur, imbas aturan pembatasan perjalanan. Selama dua tahun terakhir, Dadang dan puluhan porter lainnya terpaksa membanting stir dan bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Alhamdulillah hari ini (28/4) saya tadi dari jam 09.00 sudah dapat empat jalan. Alhamdulillah. Kalau Rp 20 ribu perorang berarti bisa dapat Rp 80 ribu. Tarif memang ditentukan penumpang, kita tidak tarifkan,” kata dia.
Saat awal pandemi, Dadang mengaku sempat bekerja sebagai buruh panggilan, dan ini hampir dirasakan oleh sebagian besar porter Stasiun Bandung. Oleh karenanya, saat pemerintah memutuskan untuk membuka kembali akses mudik, dia dan seluruh porter mengaku sangat bersyukur karena dapat kembali beraktivitas sebagaimana mestinya.
Meski stasiun telah kembali ramai, namun menurut Dadang jumlah ini masih lebih sedikit jika dibandingkan masa-masa sebelum pandemi khususnya saat arus mudik. Selama pandemi, dalam sehari, Dadang mengaku hanya dapat melayani dua hingga tiga penumpang saja, ini cukup jauh jika dibandingkan sebelum pandemi, dimana dia bisa melayani hingga lima penumpang dalam sehari.
“Kalau tidak pandemi sebenarnya lumayan, bisa sampai lima jalan, kalau sekarang porter masuk semua, tapi penumpang tidak terlalu banyak, dan sedikit yang nyuruh (pakai jasa Porter), kita kan tidak maksa tidak ada target atau tarif juga,” keluhnya.
Untuk memastikan agar seluruh porter mendapatkan kesempatan mendulang rejeki yang sama, Dadang sengaja membagi seluruh porter menjadi dua bagian, dimana masing-masing porter diberikan jatah waktu sehari untuk menjajakan jasanya.
“Jadi biar rata, kita atur shift-nya. Jadi ada tim merah dan hijau, bergantian setiap 24 jam,” kata dia.