Kamis 26 May 2022 13:13 WIB

Ketua PP Muhammadiyah Paparkan Kondisi Ekonomi Umat dan Bangsa

Penentu negara bukan politikus, cendik-cendekia, birokrat, tentara dan polisi, tapi

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Subarkah
Buya Anwar Abbas
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Buya Anwar Abbas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas menyampaikan tausiyah di acara Halal Bi Halal Silaturrahim Idul Fitri dan Webinar Ekonomi Syariah yang digelar Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah. Dalam tausiyahnya, Buya Anwar memaparkan tentang ekonomi umat dan bangsa.

Buya Anwar menyampaikan, Muktamar Muhammadiyah tidak lama lagi akan digelar. Maka mari songsong masa depan Muhammadiyah dengan penuh optimisme. Hal yang penting untuk dijadikan perhatikan adalah amanat Muktamar terakhir di Makassar, Muktamar sudah memancangkan pilar ketiga yaitu ekonomi dan bisnis. 

Ia mengatakan, karena sudah sekitar tujuh tahun ini berlalu, kira-kira apa saja capaian yang sudah didapat dalam ekonomi dan bisnis. Secara pribadi, melihat memang ada perubahan-perubahan terutama dalam ranah mentalitas. 

"Tapi yang kita harapkan belum sesuai dengan apa yang kita dapatkan," kata Buya Anwar, Rabu (25/5/2022).

Ia mengatakan, kalau bicara ekonomi maka di situ ada finansial sektor dan ril sektor. Kalau bicara ekonomi syariah kesannya seperti berbicara soal finansial sektor, tapi yang mengisinya bukan umat Islam. Bank-bank dimiliki non Muslim, mereka juga membuat dan mengembangkan Syariah Banking System. 

"Kita mungkin bisa menghimpun dana dan menempatkan dana kita di finasial sektor, tapi setelah uang itu ada di finansial sektor, yang lebih banyak mempergunakannya adalah saudara kita yang tidak seagama (non Muslim)," ujarnya. 

Buya Anwar menegaskan, tidak ingin mendiskriminasi dan mengembangkan sentimen terlebih kebencian. Dia hanya ingin meletakan hal ini dalam bingkai berlomba-lomba untuk membuat yang terbaik dan memberikan kontribusi yang terbaik bagi bangsa dan negara.

"Oleh karena itu bagi saya yang terpikir, jika ekonomi umat masih seperti ini, maka kemungkinan nasib umat Islam kedepan tidak terlalu menggembirakan," ujarnya.

Ia mengatakan, yang menjadi penentu negara bukan politikus, cendik-cendekia, birokrat, tentara dan polisi, tapi pemilik kapital atau para konglomerat atau oligarki ekonomi dan bisnis. Memang ada dua oligarki di negara ini yang sangat menonjol, oligarki dalam bidang politik, dan oligarki dalam bidang ekonomi dan bisnis. 

"Tapi oligarki dalam bidang politik sudah menjadi underbone dari oligarki ekonomi dan bisnis. Mungkin waktunya bagi kita tidak mencela dan menyalahkan tapi bagaimana caranya kita sistematik secara organisasi bisa melahirkan gerakan, gerakan untuk memajukan ekonomi umat dan rakyat," ujarnya.

Buya Anwar menambahkan, supaya di negeri ini tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena hari ini yang namanya keadilan sosial sesuatu yang sangat mahal. Kalau dalam bidang hukum, tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Dalam bidang ekonomi, kesenjangan ekonomi semakin tajam, bukan semakin tumpul. Dalam bidang politik, demokrasi hanya ada di bibir, karena nasib orang tidak ditentukan oleh orang banyak tapi oleh segelintir orang, kalau menurut saya itu bukan lagi demokrasi," jelas Buya Anwar. 

Menurutnya, demokrasi pemerintahan dari rakyat tapi ternyata pemerintahan oleh segelintir orang yaitu oligarki politik dan ekonomi. Oleh karena itu Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tidak boleh berdiam diri, segala sesuatu yang menimbulkan bencana dan petaka harus dicegah. 

"Kita tidak mau negeri kita menjadi porak-poranda, kiat tidak mau di negeri ini saling bermusuhan, maka mari kita memperkuat diri kita supaya bargaining posisi kita kuat, menurut saya kalau ekonomi di negeri ini hanya dikuasai satu kelompok saja dan tidak ada kelompok lain yang menjadi penyeimbang maka bagi saya yang sedikit akan mengendalikan yang banyak, walau banyak tidak menjadi penentu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement