REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). PSI diwakili Ketua Umum Giring Ganesha Djumaryo dan Sekretaris Jenderal Dea Tunggaesti meminta MK mengoreksi Pasal 173 ayat 1 dengan menyatakan seluruh partai politik (parpol) wajib lulus verifikasi administrasi dan faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti Pemilu 2024.
"Pembedaan perlakuan bagi partai politik yang berada di parlemen maupun terhadap partai politik yang berada di luar parlemen telah mencederai hak konstitusional pemohon untuk bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang diskriminatif sebagaimana diatur pada Pasal 28 I ayat 2 UUD 1945," demikian dikutip dokumen permohonan PSI yang diakses dari laman MK, Senin (6/6/2022).
Gugatan PSI itu tercatat dengan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) nomor 60/PUU/PAN.MK/AP3/06/2022. Permohonan ini belum masuk tahapan perkara yang diregistrasi MK.
MK pada putusan 55/PUU-XYIII/2020 menyatakan Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Pasal tersebut berbunyi, "Partai Politik peserta pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU."
MK kemudian memaknai Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu menjadi, "Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual. Adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual. Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru."
PSI menyatakan dirinya ialah partai politik yang lolos verifikasi dan telah ditetapkan sebagai peserta pemilu 2019, tetapi tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebagaimana ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu. PSI hanya memperoleh suara sebanyak 2.650.361 atau 1,89 persen, tetapi ketentuan ini mensyaratkan minimal empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
PSI ingin mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama dan adil serta setara kedudukannya dan tidak diskriminatif sebagai sesama partai politik yang akan mengikuti Pemilu 2024. Selain itu, banyaknya pertambahan jumlah penduduk, pemekaran daerah baru, perpindahan anggota partai politik ke partai politik lain yang dinamis, dan konflik internal yang memicu perpecahan partai politik akan berdampak pada perubahan syarat pemilu yang harus dipenuhi oleh partai politik tanpa terkecuali.
PSI juga menilai, pencantuman nama anggota, alamat kantor partai politik di kabupaten/kota, dan syarat lainnya yang dikirimkan partai politik kepada KPU pada proses verifikasi administrasi berpotensi ditemukannya ketidaksesuaian data. Dengan demikian, PSI memandang, verifikasi administrasi dan faktual penting bagi seluruh parpol, baik yang sudah berada di parlemen, lulus verifikasi Pemilu 2019, tidak lulus, maupun parpol baru.
"Menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Seluruh partai politik, yakni (i) partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan sudah lolos/memenuhi ketentuan parliementary threshold pada Pemilu 2019, (ii), partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan tidak lolos/memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 dan (iii) partai politik baru, wajib lulus verifikasi administrasi dan faktual oleh Komisi Pemilihan Umum," demikian bunyi petitum yang disampaikan PSI.