REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jelang pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten, calon incumbent, Ratu Atut Chosiyah digoyang isu tak sedap. Ia dituding telah menyelewengkan mekanisme pengalokasian dana hibah APBD Banten tahun 2011 senilai Rp 340,463.
Tudingan ini dilontarkan Koalisi Mahasiswa Peduli Banten (KompuB) yang menggelar aksi demonstrasi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (15/9).
Menurut koordinator aksi, Erick D, sebagai pejabat gubernur Banten, Atut ditengarai telah membagi-bagikan dana alokasi berkedok bantuan dana hibah. Tak tanggung- tanggung, dana ini dibuat 'bancakan' oleh kalangan keluarganya sendiri.
Ia mengatakan pihaknya mengantongi lembaga serta nama penerima alokasi bantuan dana hibah yang berasal dari kalangan keluarga Atut ini. Antara lain Dekranasda Banten senilai Rp 750 juta yang diterima suami Atut, Hikmat Tomet.
Dana ini juga mengalir ke Tagana Banten senilai Rp 1,75 miliar yang diterima anak Atut, Andhika Hazrumy. Demikian pula ke Himpaudi Banten senilai Rp 3,5 miliar yang diterima menantu Atut, Ade Rossi.
Di luar aliran ini masih ada dana yang mengalir ke PMI Banten senilai Rp 900 juta yang diterima adik Atut, Ratu Tatu Chasanah serta KNPI Banten senilai Rp 1,85 miliar yang diterima Aden Abdul Khalik atau adik tiri Atut sendiri.
"Kami melihat kebijakan yang diambil Ratu Atut ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 karena kriteria pihak penerima hibah yang tak sesuai," tegas Erick kepada wartawan.
Temuan 'penyelewengan' ini, lanjutnya, telah dilaporkan kepada Indonesian Corruption Watch (ICW) dan bahkan telah dirilis di media massa. Namun KPK belum bergeming. "Untuk itu, kami mendesak agar KPK segera turun tangan menangani persoalan ini," tandasnya.