REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menuntut renegoisasi kontrak kerjasama dengan pihak Paranaya Djan Internasional terkait pengelolaan Pasar Tanah Abang Blok A.
Pasalnya, Perjanjian Kerjasama (PKS) dinilai tidak berkeadilan dan seharusnya saling menguntung bagi kedua belah Pihak.
"Azas keadilan yang kami inginkan yaitu kejelasan waktu pengembalian hak pengelolaan pasar Tanah Abang ke pihak PD Pasar Jaya," ujar Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi (BPMP) Provinsi DKI Jakarta, Terman Siregar kepada wartawan di Jakarta, Selasa.
Terman menjelaskan, berdasarkan laporan dari PD pasar Jaya dan sejumlah laporan yang diterima, kontrak kerja antara kedua belah pihak tidak mencerminkan keadilan bagi PD pasar. Meski diakui, pihak perusahaan milik Menteri Perumahan Rakyat tersebut juga memiliki tafsiran yang berbeda terhadap kontrak kerja tersebut.
Terman menjabarkan dalam klausal kontrak tersebut dijelaskan pihak perusahaan akan menyerahkan seluruh pengelolaan pasar Tanah Abang kepada PD Pasar jika 95 persen kios di Blok A pasar tersebut telah terjual.
Faktanya, lanjut Terman, kios yang ada di pasar tersebut tidak terjual sesuai target karena hargannya cukup mahal. Pihak pengelola lebih banyak memanfaatkan kios tersebut untuk disewakan.
"Saya belum liat isi kontraknya, tapi secara logika memang diperbolehkan kios itu untuk dikontrakan agar pengelola mendapatkan keuntungan. Tapi keberlangsungan sampai kapan pengelolaan ditangan perusahaan itu menjadi tidak pasti," jelasnya.
Kondisi ketidakjelasan tersebut membuat DKI jakarta akan terus merugi. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembagunan (BPKP) 2010 yang mensinyalir dugaan kerugiaan yang PD Pasar mencapai 300 miliar.
Nilai kerugian ini yang membuat Direktur Utama PD Pasar Baru, Djangga Lubis enggan memperpanjang kontrak baru.Terman menegaskan pihaknya masih memberi kesempatan kepada PD Pasar kepada pengelola untuk duduk bersama mencari solusi dari persoalan kontrak
tersebut.
Kedua belah pihak diharapkan mencari solusi yang tepat dan saling menguntungkan dengan prinsip bisnis yang berkeadilan. Pihaknya berencana
memanggil kedua belah pihak dalam waktu dekat agar persoalan ini bisa terselesaikan.
"Kami masih mencoba untuk menjalankan solusi kekeluargaan, tapi tidak menutup kemungkinan kasus ini bisa berlanjut sampai ke pengadilan.walau blum bisa diprediksi waktunya kapan," ujarnya.