REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggerebekan secara tiba-tiba yang dilakukan kepolisian dalam rangka memberantas peredaran narkoba di Kampung Ambon ditanggapi warga dengan santai. Tidak ada ribut-ribut, warga tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Padahal lebih dari 500 petugas turun menyusuri satu per satu rumah warga. Belum lagi gerombolan anjing pelacak juga dikerahkan untuk mengendus bau narkoba. Mereka yang sibuk menonton aksi penggerebekan ini malahan masyarakat yang kebetulan lewat di depan wilayah perumahan.
Lurah Kedaung Kali Angke, Asmaran Abdullah mengatakan stigma sentra narkoba memang melekat pada Kampung Ambon sejak 10 tahun yang lalu. Adanya stigma tersebut membuat pemerintah kota dan polisi membuat sebuah posko terpadu sebagai langkah pembinaan. Warga diberikan pelatihan mulai dari pemberian modal, pembinaan, sampai dibekali beragam keterampilan.
Namun pembekalan itu nyatanya ditanggapi warga dengan setengah hati. Tidak sedikit warga yang berani mengusir petugas polisi yang sedang melakukan patroli di kampung ini. "Kalau ada polisi yang masuk dua sampai tiga orang pasti diusir. Masyarakatnya sudah pada apatis, ujar Abdullah, Kamis (08/12).
Penghuni Kampung Ambon sendiri, menurut Abdullah tidak semuanya terlibat dalam bisnis narkoba. Perumahan ini dihuni lebih dari 2000 kepala keluarga yang terdiri dari 16 Rukun Tetangga (RT). Orang Ambon mengisi hampir seluruh RT 01, RT 07, dan RT 15. Karena ada sekumpulan etnis inilah, maka Perumahan Permata saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kampung Ambon.
Keapatisan masyarakat juga sudah diketahui pihak kepolisian. Mulai dari penggerebekan pertama pada tahun 2009, polisi banyak mendapat kesulitan akibat minimnya informasi dari masyarakat sekitar. "Kebanyakan pelaku selain pemakai juga pengedar," kata Harman