REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Memprihatinkan. Di saat glamournya kendaraan para pejabat, sejumlah warga di tiga Kampung, Desa Mekarmukti, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terpaksa makan ubi karena harga beras mahal. Selain itu transportasi ke daerah tersebut terhambat karena pemerintah daerah tak kunjung memperbaiki jembatan ambruk.
Informasi yang dihimpun, warga yang makan ubi hutan bahkan pisang, merupakan beberapa kepala keluarga yang tinggal di Kampung Calincing, Babakan Jati dan Kampung Cisanggiri.
Sejumlah warga yang mengaku sulit membeli beras tersebut karena tidak memiliki penghasilan tetap dan memadai, bahkan ketika memiliki uang sulit untuk membeli ke pasar karena jembatan penghubung ke wilayah kota kecamatan belum diperbaiki. "Tidak bisa beli beras, terpaksa makan yang ada saja seperti ubi atau pisang, sebagai pengganti nasi," kata Eros (32) salah seorang warga di Kampung Babakanjati, Ahad (29/1).
Alasan memakan pisang dan ubi, kata Eros karena mudah didapat di sekitar kampung dan hutan, sedangkan keinginan untuk mendapatkan beras dengan pergi ke pasar memerlukan biaya ongkos yang lebih besar ditambah harga beras mahal.
Ia menjelaskan biaya ongkos transportasi pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras sedikitnya harus mengeluarkan uang sebesar Rp100 ribu.
Jauhnya jarak tempuh menuju pasar, kata Eros semakin dipersulit dengan kondisi jembatan gantung yang melintasi Sungai Cisanggiri ambruk sejak tiga pekan lalu.
"Sebenarnya yang makan pisang dan ubi bukan keluarga kami saja, warga lainnya juga ada. Kami harap pemerintah segera memberikan bantuan sembako," kata Eros.
Sementara itu salah seorang relawan penanggulangan bencana warga Kecamatan Cibalong, Yanto, mengatakan pemerintah daerah baru memberikan bantuan berupa perahu karet untuk memudahkan warga menyeberang sungai. "Sebelumnya warga menyeberang dengan turun ke sungai, terus pakai rakit, sekarang ada bantuan perahu karet," katanya.
Sebelumnya jembatan gantung terbuat dari bambu melintasi Sungai Cisanggiri ambruk tertimpa pohon akibat diterjang angin puting beliung. Sejumlah warga banyak memilih bertahan di kampung atau memaksakan diri menyeberang sungai ketika ingin pergi ke kawasan kota kecamatan atau pergi dan berangkat sekolah.