REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aliansi Buruh Yogyakarta menilai rencana kenaikan harga bahan bakar minyak karena adanya ketakutan terhadap defisit APBN semata. Kebijakan tersebut tidak melihat risiko pemiskinan rakyat yang akan semakin meningkat.
"Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) menunjukkan kemalasan dan ketidakberanian pemerintah mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. Atas dasar ini, maka Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) menolak kenaikan harga BBM," kata Sekjend ABY, Kirnadi, Ahad.
Kirnadi menilai seharusnya pemerintah dapat meningkatkan pendapatan maupun mengefisienkan pengeluaran APBN. Karena, hal tersebut sebenarnya yang menjadi akar persoalan dan bukan semata naiknya harga minyak dunia. "Kenaikan harga BBM telah menjadi kambing dari masalah di pemerintah sendiri," katanya.
Kirnadi menyayangkan pemerintah yang bukannya berjuang keras menaikkan royalti dan pajak perusahaan tambang. Pemerintah malah membebankan tanggung jawabnya kepada sebagian besar rakyat miskin negeri ini.
"Karena, tindakan menaikkan rasio pajak bisa diduga hanya akan mengancam kenikmatan kaum kaya negeri ini,'' kata Kirnadi. ''Mereka rupanya yang lebih diperhatikan dan ditakuti pemerintah daripada rakyat kebanyakan yang hidupnya sehari-hari sudah sulit.''