REPUBLIKA.CO.ID,BANJARNEGARA -- Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, Dr Surono, menyatakan Kawah Timbang di kawasan dataran tinggi Dieng, sudah erupsi.
Hanya karena sifat erupsinya adalah erupsi freutik, maka material vulkanik yang dikeluarkan berupa lumpur, sulfur dan gas CO. ''Secara scientific, kawah Timbang memang sudah erupsi. Erupsi ini terjadi sejak 29 juni lalu,'' kata sosok yang akrab dipanggil Mbah Rono ini, saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Dieng, Rabu (1/6).
Dia menyebutkan, secara teoritis, erupsi obyek vulkanologi diartikan sebagai keluarnya fluida atau cairan dari lubang kepundan. Untuk kawah Timbang, cairan berupa lumpur ini sudah keluar tanggal 29 Mei lalu, yang kemudian diikuti dengan asap solfatara tipis dengan diikuti gas CO yang keluar dari rekahan.
Menurutnya, sifat aktifitas kawah yang ada di Dieng, berbeda dengan kawah-kawah gunung lainnya. Kalau Gunung Merapi di perbatasan Provinsi Jawa Tengah/DIY, erupsi ditandai dengan keluarnya cairan magma dan awan panas yang disebut Wedus Gembel. Gunung lain, kadang hanya berupa magma saja dan abu vulkanik. ''Sedangkan kawah di Dieng, umumnya hanya berupa luapan lumpur, asap solfatara dan keluarnya gas CO,'' kata Mbah Rono.
Dia juga memperkirakan, erupsi kawah Timbang ini, sudah mencapai puncaknya pada Rabu (1/6). Pada hari itu, tingkat kerapatan gas CO2 di atas permukaan Kawah Timbang dan sekitarnya, mencapai 1,98 persen volume. Selain itu, juga ditandai dengan meluapnya lumpur dan asap solfatara.
Perkiraan erupsi sudah mencapai puncaknya, karena energi di bawah permukaan tanah yang ditandai dengan gempa dangkal, gempa dalam dan juga gempa tremor, dinilai sudah mulai berkurang. ''Pada masa lalu, erupsi kawah-kawah di Dieng bisa menyemburkan gas CO2 yang kerapatannya bisa mencapai 100 persen volume. Tapi saya kira, untuk aktivitas kawah Timbang kali ini, kerapatan gasnya tak akan sampai setinggi itu. Kecuali ada faktor lain yang menyebabkan aktivitas kawah Timbang meningkat lagi,'' katanya.
Berdasarkan data di pos pengamatan gunung Dieng, konsentrasi gas CO2 di udara sekitar kawah Timbang pada Kamis (2/6), mengalami penurunan dibanding hari sebelumnya. Pada pukul 00.00-06.00, konsentrasi gas di kawasan kawah itu tercatat sekita 1,65 persen.
Meski cenderung mengalami penurunan, Surono menyatakan, warga Dusun Simbar dan Serang diminta untuk tidak kembali dulu ke tempat tinggalnya. ''Ini untuk menjaga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Konsetrasi gas 1,65 persen itu, masih jauh diatas ambang batas aman 0,05 persen. Kita juga belum menurunkan status bahaya Kawah Timbang dari level Siaga, dan radius 1.000 meter dari Kawah Timbang tetap harus dikosongkan,'' katanya.
Meski ada himbauan agar warga tidak kembali ke dusunnya belum dicabut, namun beberapa warga diketahui tetap nekad pulang. Namun kebanyakan warga, hanya berniat menengok kondisi rumahnya untuk kemudian kembali ke pos pengungsian.
Yang mengkhawatirkan, ternyata ada juga sejumlah petani yang tetap nekat mendatangi lahan kentang yang ada di dalam radius 1.000 meter dari Kawah Timbang. Para petani nekat ini, ada yang sekedar menengok kondisi tanamannya, atau menyemprot pestisida.
''Bagaimana pun, saya harus menyemprot pestisida. Kalau tidak, tanaman saya bisa mati,'' kata Narto, salah seorang petani. Dia yakin tak akan terjadi apa-apa dengan dirinya, karena sudah memperhitungkan arah angin. ''Kalau anginnya bertiup ke arah utara, maka saya juga harus menyemprot pestisida dari arah utara. Jangan melawan arah angin.'