Senin 20 Jun 2011 17:58 WIB

Menghijaukan Lereng Merapi, tak Sekadar Menyediakan Bibit Saja

Red: taufik rachman
Syahrini, Letjen Purn. Suyono-Komisaris Utama SCTV, Dian Siswarini-Direktur Jaringan & Layanan XL dan Giri Suseno Hardihardjono - Komisaris XL saat secara simbolis melakukan penanaman pohon di program Penghijauam Lereng Merapi (30/5)
Syahrini, Letjen Purn. Suyono-Komisaris Utama SCTV, Dian Siswarini-Direktur Jaringan & Layanan XL dan Giri Suseno Hardihardjono - Komisaris XL saat secara simbolis melakukan penanaman pohon di program Penghijauam Lereng Merapi (30/5)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Gelombang penghijauan kembali lereng Merapi terus bergulir dan melibatkan banyak pihak. Seperti diungkapkan Bupati Sleman Sri Purnomo areal di lereng Merapi yang mengalami kerusakan mencapai 840 hektar hutan rakyat dan 1.000 ha lahan Taman Nasional Gunung Merapi.

Ini baru wilayah kabupaten Sleman. Bagaimana dengan wilayah lain seperti Klaten, Magelang dan Boyolali. Areal yang harus segeera dihijauan tentu saja semakin luas. Sejauh ini, upaya penghijauan telah dilakukan, baik oleh pemerintah, kalangan swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun elemen masyarakat sendiri. Dari upaya ini sekitar 300 ha lahan hutan rakyat di kabupaten Sleman, telah ditanami.

Bupati Slemanpun memberikan apresiasi kepada para pihak yang melakukan penghijauan lereng Merapi."Namun demikian perlu dipikirkan pula strategi dan mekanisme untuk memelihara pohon yang telah ditanam agar dapat tumbuh dan lestari. Kami berharap agar masyarakat dan swasta juga turut bertanggung jawab dalam upaya pemeliharaan pohon maupun tanaman yang sudah ditanam," katanya, seperti dikutip Antara, Senin (20/6).

Sejauh ini, upaya penghijauan yang dilakukan banyak pihak menghadapi sebuah persoalan serius. Banyak tanaman mati. Penyebabnya apa lagi kalau bukan soal air. Hujan semakin berkurang, airpun sulit didapat di lereng Merapi. Alih-alih untuk menyiram pohon, untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk saja masih kewalahan.

Mengatasi hal itu, ada usulan agar dilakukan infusisasi bibit pohon. Ini merupakan sebuah upaya memenuhi kebutuhan air untuk bibit tanaman agar tidak cepat layu dan mati. Usulan lain, penanaman pohon dilakukan pada musim hujan, November dan Desember.

Bagaimana idealnya konsep penghijauan di lereng Merapi? Ada banyak pilihan, tentu saja. Salah satunya adalah pendekatan yang diterapkan Program Merapi Hijau Kembali yang dikembangkan XL Axiata bersama Pundi Amal SCTV, belum lama ini. '' Kami memberikan bantuan bibit tanaman sekaligus pendukungnya,'' kata Head of Corporate Communication XL, Febriati Nadira.

Pendukung yang dimaksudkan Ira adalah bantuan pupuk, biaya pemeliharaan serta pembangunan bak untuk penampung air. '' Kami menyediakan pupuk dan bantuan pemeliharaan Rp 1.000 untuk setiap batang pohon,'' kata Ira. XL juga membangun sejumlah bak penampungan air untuk menyiram tanaman tersebut.

''Kalau ada tanaman yang mati, silahkan laporkan ke kami, kami akan mencarikan ganti,'' kata Giri Suseno, Komisaris XL. Menurut Giri, program yang dikembangkan merupakan permintaan masyarakat serta berdasarkan dialog dengan masyarakat setempat.

Belum lama ini XL menyerahkan bantuan 25 ribu pohon kepada warga di Glagahharjo, Sleman dan Balerante, Klaten. Masing-masing kepala keluarga mendapat 25 batang pohon. Program ini melibatkan 510 KK warga Desa Glagaharjo untuk menanam lebih dari 15 ribu pohon di lahan seluas 30 hektar, dan 288 KK warga Balerante dengan 10 ribu pohon di lahan 10 hektar.

Pohon yang disumbangkan terdiri dari tiga jenis, yakni pohon buah-buahan yang cocok ditanam di dataran tinggi, seperti Jeruk, kelengkeng unggul, nangka dan jambu biji. Pohon jenis ini akan ditanam di pekarangan milik warga.

Pohon reboisasi dan perindang seperti beringin, gayam, asam jawa yang memiliki perakaran kuat dan mampu menyimpan air, untuk mendukung pemulihan kembali ekosistem dan fungsi hutan. Ketiga tanaman kayu produktif seperti sengon,ditanam di lahan milik warga.

Masyarakat sendiri menyambut gembira apa yang dilakukan XL bersama Pundi Amal SCTV. Apalagi dalam paket bantuan terdapat 10 batang bibit sengon. '' Kalau bisa lebih banyak lagi, kami sanggup kok menanam dan merawatnya,'' kata seorang warga Balerante. Hal senada dilontarkan warga Glagaharjo.

Di lereng Merapi, sengon merupakan salah satu tanaman produktif favorit warga setempat. Pohon bisa dinikmati hasilnya saat berusia 5 tahun. Daun sengon dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi perah dan sapi potong warga setempat. Dalam lima tahun, satu hektar tanaman sengon bisa menghasilkan tak kurang dari Rp 150 juta.

Penghijauan lereng Merapi, boleh jadi, akan sukses bila masyarakat setempat dilibatkan secara aktif, serta difasilitasi apa yang menjadi kebutuhannya. Bukan sekadar menyediakan bibit untuk ditanam begitu saja.

Bila persoalan pokoknya adalah air untuk menyiram tanaman, pembangunan bak-bak penampung air menjadi salah satu solusi. Ketersediaan bak penampung air akan memudahkan masyarakat menyiram tanaman. Soal suplai, ini masalah nomor dua. Persoalannya kemudian, ada atau tidak bak penampung air dimaksud.

Masalah kedua yang perlu dipikirkan adalah tanaman apa yang cocok dan bisa mengundang partisipasi masyarakat. Sengon, misalnya, menjadi salah satu tanaman favorit. Memberikan bibit sengon, tentu saja akan mengundang partisipasi aktif dalam program ini. Namun memperhatikan persoalan yang tengah dihadapi masyarakat di lereng Merapi pasca bencana, tentu saja perlu dukungan lain agar masyarakat tidak terbebani oleh program penghijauan ini.

''Yang tahu persis kondisi lingkungan kan masyarakat setempat, termasuk apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sebelum implementasi program, kami berdialog dengan masyarakat setempat serta pihak terkait. Kami tak ingin salah sasaran, '' kata Ira kemudian.

Ujung persoalannya adalah bagaimana melibatkan masyarakat secara aktif sebelum program penghijauan diterapkan. Mendengar dan berdialog langsung dengan masyarakat adalah sebuah langkah bijak. Karena dari dialog itulah akan bisa dipetakan masalah-masalah yang akan dihadapi baik sebelum, pada saat maupun sesudah bibit ditanam.

Ini, barangkali, yang belum banyak dilakukan banyak pihak ketika akan mengembangkan program penghijauan di lereng Merapi. Penghijauan tidak berarti sekadar menyediakan bibit pohon. Namun juga menyediakan berbagai kebutuhan yang terkait dengan pohon dan masyarakat yang akan mengelola atau merawat pohon bersangkutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement