REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Penduduk miskin di wilayah perkotaan masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan di pedesaan dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat, meskipun terjadi penurunan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) H. Soegarenda, mengatakan hal itu di Mataram, Senin (4/7).
"Penduduk miskin di daerah perkotaan berjumlah 448.138 jiwa atau 23,67 persen dari total penduduk miskin di NTB, sedangkan di daerah pedesaan berjumlah 446.632 jiwa atau 16,90 persen," kata Soegarenda, usai bertemu Gubernur NTB KH. M. Zainul Majdi.
Ia menemui Gubernur NTB guna melaporkan perkembangan angka kemiskinan di provinsi itu yang mengalami penurunan sebesar 1,82 poin jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTB hingga Maret 2011 mencapai 894.770 jiwa atau 19,73 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 4,4 juta jiwa.
Jumlah itu berkurang jika dibandingkan dengan keadaan pada Maret 2010 yakni sebanyak 1.009.352 jiwa, atau 21,55 persen. Menurut Soegarenda, penurunan angka kemiskinan miskin itu karena adanya pengaruh dari program pengentasan kemiskinan yang menjadi prioritas pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
Sejumlah program pemerintah diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyaluran beras untuk keluarga miskin (raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), pembangunan infrastruktur pedesaan, PNMP serta program pemerintah lainnya. "Program Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten/kota juga ikut membantu menekan angka kemiskinan itu," ujarnya.
Program pemerintah daerah di NTB yang menyentuh langsung kepada masyarakat miskin seperti program pendidikan dan kesehatan gratis serta program peningkatan jumlah sapi, produksi jagung dan rumput laut. Peningkatan produksi pangan (padi, palawija dan hortikultura) pada 2009 dan 2010, juga memberikan andil terhadap turunnya angka kemiskinan di NTB, karena sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.
Soegarenda juga menginformasikan peningkatan garis kemiskinan sampai Maret 2011, jika dibandingkan dengan garis kemiskinan pada 2010, yakni dari Rp 196.185 pada Maret 2010 menjadi Rp 215.576 pada Maret 2011, atau mengalami kenaikan sebesar 9,88 persen. Hanya saja, garis kemiskinan di wilayah perkotaan yang mencapai Rp 244.960, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka garis kemiskinan di wilayah pedesaan yang mencapai Rp 194.518.
Garis kemiskinan terdiri dari kemiskinan makan (GKM) dan garis kemiskinan bukan makan (GKMB).
GKM pada Maret 2011 sebesar Rp 164.439, dan angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan GKBM sebesar Rp 51.137. Pada 2010, GKM mencapai Rp 149.358, sementara GKMB sebesar Rp 46.827. Sedangkan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2011 mencapai 3,54 atau sedikit mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 3,77.
"Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan yang mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni dari 1,01 pada tahun 2010 menjadi 0,94 pada tahun 2011," ujarnya.