REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU – Pertamina Depo Bengkulu mencabut surat edaran tentang kuota maksimal bahan bakar minyak bersubsidi yang bisa dijual pengecer di daerah itu.
"Surat edaran itu kontra-produktif dengan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang hanya bisa dilakukan stasiun pengisian bahan bakar umum," kata Wira Penjualan Pertamina Bengkulu, Dhamba, di Bengkulu, Kamis (14/7).
Menurut Dhamba, edaran yang menyebutkan kuota maksimal yang bisa diperoleh pengecer dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebanyak 50 liter per hari resmi dicabut.
Hal tersebut bagian dari upaya menertibkan spekulan atau penimbun yang diduga menjadi penyebab terjadinya antrean panjang di seluruh SPBU di Kota Bengkulu. "Nanti untuk daerah yang masih sedikit SPBU-nya akan dirancang pembentukan SPBU mini. Untuk sementara baru ada satu unit di Kabupaten Kaur," kata Dhamba.
Selain itu, untuk pendistribusian BBM bersubsidi hingga ke daerah terpencil akan disusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis oleh Hiswana Migas. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berminat mengkonsumsi bahan bakar non-subsidi atau pertamax akan dibangun gerai pertamax di sejumlah kabupaten. Tahap pertama didirikan di tiga kabupaten yaitu Kaur, Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu, Ali Musramin, mengatakan penertiban pengecer yang mengakibatkan pendistribusian BBM terganggu akan dilakukan bertahap. "Kami juga meminta Wali Kota Bengkulu mencabut peraturan tentang harga maksimal BBM jenis premium bersubsidi sebesar Rp 5.500 per liter di tingkat pengecer," katanya.
Peraturan tersebut justru melegalkan keberadaan pengecer yang membuat distribusi BBM terganggu dan dicurigai melakukan penimbunan.