REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Sedikitnya 1.582 hektare hutan di lereng Gunung Gamalama di Kota Ternate, Maluku Utara, rusak akibat terkena abu vulkanik letusan gunung setinggi 1.700 meter dari permukaan laut itu pada Desember lalu.
Kepala Bidang Kehutanan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kota Ternate, M. Yusup mengatakan di Ternate, Senin, dari 1.582 hektare hutan yang rusak tersebut, seluas 1.800 hektare di antaranya masuk kategori rusak berat, sisanya rusak ringan. Hutan yang rusak berat tersebut tersebar di Blok Timur, terutama di sekitar wilayah Tubo, sedangkan hutan yang rusak ringan tersebar di Blok Barat. Sebagian dari hutan yang rusak berat dan ringan tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung.
Menurut dia, data mengenai hutan yang rusak akibat terkena abu vulkanik letusan Gunung Gamalama tersebut akan dilaporkan ke pimpinan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate agar bisa secepatnya dilakukan langkah-langkah penanganan. Penanganan pada kawasan hutan yang rusak berat harus dengan cara penanaman kembali, sedangkan pada kawasan hutan yang rusak ringan tidak mesti dengan penanaman kembali, karena pohon di hutan itu masih memungkinkan untuk tunas kembali.
"Hutan di lereng Gunung Gamalama yang rusak tersebut harus segera ditangani karena merupakan daerah penyangga bagi Kota Ternate. Kalau hutan di kawasan itu tidak segera dipulihkan dikhawatirkan akan mengakibatkan Ternate dilanda banjir setiap hujan deras," katanya.
Abu vulkanik erupsi Gunung Gamalama juga mengakibatkan ribuan hektare tanaman cengkeh dan pala serta tanaman pertanian lainnya yang berada di lereng gunung itu milik para petani setempat juga dipastikan gagal panen tahun ini, bahkan tidak sedikit yang diperkirakan akan mati.
Sebelumnya Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman mengatakan, Pemkot Ternate akan menangani semua kerusakan yang ditimbulkan oleh erupsi Gunung Gamalama tersebut, namun pelaksanaannya secara bertahap karena membutuhkan dana yang cukup besar. Prioritas utama yang akan ditangani adalah pembenahan infrastruktur, seperti normalisasi kali yang selama ini menjadi alur aliran lahar dingin dan rumah warga yang rusak dengan kebutuhan dana mencapai Rp200 miliar lebih.
"Pemkot Ternate mengharapkan agar sebagian besar dana tersebut ditanggung oleh pemerintah pusat, baik melalui APBN maupun sumber dana lainnya karena kalau semuanya ditanggung pemkot tidak akan mampu," katanya.