Kamis 07 Jul 2022 08:35 WIB

'Perlindungan Terhadap Pekerja Migran Semestinya Juga Jadi Prioritas'

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungan para pekerja migran

Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pekerja migran Indonesia. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungan para pekerja migran
Foto: Republika/Rakhmawaty la'lang
Ilustrasi pekerja migran Indonesia. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungan para pekerja migran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Perlindungan warga negara mestinya mendapatkan tempat utama dalam setiap dinamika bernegara, termasuk terhadap para pekerja migran Indonesia.  

Apalagi, menurut Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, mekanisme perlindungan pekerja migran Indonesia sudah tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. 

Baca Juga

Hal itu, tegas Rerie, sapaan akrab Lestari, sekaligus menegaskan bahwa  perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia merupakan tanggung jawab negara.  

Namun, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, di saat menghadapi ragam permasalahan kasus yang melibatkan pekerja migran, seringkali terkesan negara tidak hadir melindungi para pekerja. 

Secara individu maupun kelompok pekerja, tambah Rerie, pekerja migran sering terabaikan dalam setiap upaya menuntut kejelasan perlindungan atau jaminan yang telah diatur dalam skema perlindungan baik dalam undang-undang maupun peraturan turunannya.  

Pada kesempatan itu, Rerie juga mengingatkan, pentingnya kehadiran Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) di dalam negeri, yang saat ini proses legislasinya mandek di DPR.  

“Perlindungan warga negara mestinya mendapatkan tempat utama dalam setiap dinamika bernegara,” saat membuka diskusi daring bertema Perjuangan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/7/2022).   

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah berpendapat, politik hukum di Indonesia dan negara tujuan belum sepenuhnya berpihak kepada para pekerja migran.  

Sistem peradilan dalam setiap kasus pekerja migran, jelas Anis, seringkali tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Di Malaysia, misalnya, ujar dia, untuk urusan pekerja migran selalu di kedepankan pendekatan keamanan dan keimigrasian, dengan mengabaikan pendekatan kemanusiaan. 

Akibatnya, jelas Anis, perlakuan yang diterima para pekerja migran lebih mirip praktik perbudakan dengan mengabaikan hak-hak dasar yang seharusnya dimiliki setiap pekerja migran.  

Pandemi dan kondisi ekonomi yang memburuk di sejumlah negara tujuan pekerja migran, ujar Anis, memperburuk kondisi para pekerja migran secara fisik dan mental.  

Anis menilai masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk melindungi sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang sebagian besar perempuan.  

Upaya pemutakhiran data, tegas Anis, bisa digunakan sebagai dasar perbaikan dan peningkatan pelayanan dan perlindungan pekerja migran.  

Selain itu, Anis menyarankan pendekatan G to G untuk mempercepat penuntasan masalah-masalah hukum dan keimigrasian.  

Koordinator Justice Without Borders (JWB), Eva Maria Putri Salsabila, mengungkapkan bahwa organisasinya mendukung para pekerja migran untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang belum dipenuhi para pemberi kerja.  

Menurut Eva, upaya untuk mendampingi dan meningkatkan kemampuan para pekerja migran juga dilakukan dalam proses perjuangan memperoleh hak-hak para pekerja migran.  

Eva berpendapat pengembangan kapasitas tenaga garda depan pada masalah-masalah tenaga migran sangat penting.

Terutama, tambah Eva, kesadaran tenaga legal terkait hak-hak para tenaga migran di Indonesia dan negara tujuan.  

Wakil Ketua DPW Jawa Timur Partai NasDem Bidang Migran, Maxixe Mantofa, mengungkapkan carut marutnya penanganan pekerja migran Indonesia disebabkan masih adanya sejumlah aturan yang tumpang tindih, baik di tingkat pusat dan daerah.  

Maxixe berpendapat, upaya pelatihan para calon pekerja migran harus disesuaikan dengan penempatan mereka, untuk menekan jumlah permasalahan yang dihadapi para pekerja.  

Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan menilai, hadirnya UU No. 18 tahun 2017 di satu sisi dinilai positif dalam upaya perlindungan pekerja migran.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement