REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengukuran tanah warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, akan kembali dilakukan pada Selasa (12/7).
Warga tetap menolak pengukuran lahan untuk kebutuhan penambangan batu andesit itu, apalagi dalam kesempatan sebelumnya polisi yang mendampingi petugas pengukur lahan, "melakukan kekerasan berlebihan" terhadap warga setempat.
Rencana pengukuran kembali lahan di Wadas ini diungkapkan oleh seorang warga setempat berinisial, SW, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).
SW bilang, rencana itu diketahui pertama kali lewat surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo nomor AT.02.02/1535-33.06/VII/2022 perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi Pengadaan Tanah Desa Wadas tahap 2.
"Pada intinya, rencana inventarisasi dan identifikasi tanah tahap 2 di Desa Wadas akan dilakukan mulai tanggal 12 Juli 2022 sampai tanggal 15 Juli 2022," kata SW dalam keterang tertulisnya yang diterima Republika di Jakarta, Selasa (12/7).
SW mengatakan, warga desa Wadas masih menolak melepaskan tanahnya untuk kebutuhan petambangan tersebut. Karena itu, warga akan menolak seluruh proses pengadaan lahan, termasuk proses inventarisasi dan identifikasi tanah tahap dua hari ini.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kata SW, warga Wadas juga cemas dengan potensi terjadinya kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap warga penolak, pada saat proses pengukuran tanah tahap 2 ini.
Atas dasar tersebut, Gempa Dewa meminta pemerintah dan aparat kepolisian dari tingkat pusat hingga daerah untuk menghentikan pengukuran lahan tahap dua.
Gempa Dewa juga meminta agar rencana penambangan batu andesit di Wadas dihentikan dan akhiri semua rencana pengadaan tanah. Mereka juga meminta agar aparat tidak lagi melakukan cara-cara represif dan intimidatif dalam penyelesaian konflik di Wadas.
"Kami meminta (agar) menghentikan pelibatan aparat kepolisian, TNI, dan preman dalam proses penyelesaian konflik di Desa Wadas," kata SW.
Sebelumnya, 8 Januari 2022, aparat kepolisian bertindak represif dan "brutal" ketika mendampingi petugas pengukur lahan di Desa Wadas. Aparat mengepung dan menangkap warga yang sedang melakukan mujahadah di Masjid.
Aparat kepolisian juga merazia telepon genggam dan memasuki rumah-rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, diiringi bentakan dan makian.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menginvestigasi kericuhan saat pengukuran lahan tahap 1 itu. Komnas HAM menemukan bahwa ada kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Konflik agraria ini berawal dari rencana pemerintah membangun Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Bener. Untuk kebutuhan material pembangunan, pemerintah hendak menambang batu andesit di bukit di Wadas, dengan area seluas 124 hektare.
Tapi, mayoritas warga Desa Wadas menolak rencana penambangan batu andesit itu dan enggan melepaskan tanahnya.