REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan status kewarganegaraan Surya Darmadi masih Indonesia. Meskipun dalam status buronan, namun bos PT Duta Palma Group tersebut, masih menggunakan paspor Indonesia.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengancam akan menyidangkan Surya Darmadi secara in abtensia, jika tersangka dugaan korupsi penguasaan lahan 37 ribu hektare tersebut, tak kembali ke Indonesia untuk pertanggungjawaban hukum.
“Status kewarganegaraannya, sudah dicek sama anak-anak (penyidik), yang bersangkutan itu (Surya Darmadi) masih menggunakan paspor Indonesia,” ujar Febrie, Selasa (2/8) malam.
Febrie meminta agar Surya Darmadi, dapat kembali ke Indonesia, sebelum proses penyidikan kasus yang melibatkannya naik ke persidangan. “Kita dalam penyidikan, kan ada batas waktu. Kalau misalkan sampai batas waktu itu ternyata memang tidak bisa menghadirkan yang bersangkutan (Surya Darmadi), alternatifnya, bisa in absentia,” terang Febrie.
Persidangan in absentia, adalah proses pengungkapan kasus di pengadilan, tanpa kehadiran tersangka, atau terdakwa. Dalam kasus Surya Darmadi ini, ia ditetapkan tersangka, pada Senin (1/8). Jaksa Agung ST Burhanuddin, menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka penguasaan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit seluas 37.095 hektare di Indragiri Hulu Riau. Dalam penguasaan lahan tersebut, dilakukan dengan cara melawan hukum.
Burhanuddin mengatakan, atas penguasaan lahan secara ilegal tersebut, negara dirugikan setotal Rp 78 triliun sejak 2003. Angka kerugian tersebut terdiri dari kerugian keuangan negara, senilai antara Rp 9 sampai 10 triliun. Dan selebihnya, sekitar Rp 68 triliun, penghitungan kerugian perekonomian negara atas dampak dari penguasaan lahan ilegal tersebut.
Bersama Surya Darmadi, dalam kasus ini, tim penyidikan Jampidsus-Kejakgung, juga menetapkan mantan Bupati Indragiri Hulu, Riau, Raja Tamsir Rachman sebagai tersangka juga.
Surya Darmadi, kini diketahui ada dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia diduga bersembunyi di Singapura sejak 2015. Status DPO tersebut, bukan terbitan dari Kejakgung. Melainkan, dikeluarkan atas permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surya Darmadi, juga adalah tersangka di KPK sejak 2015. Namun, kasus yang ditangani di KPK, berbeda dengan yang ditangani Kejakgung saat ini. Dalam kasus yang sudah berproses di KPK, juga menyeret Gubernur Riau Annas Ma’mun ke penjara.
Terkait in abtensia, Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi mengatakan, hal tersebut, bisa saja dilakukan. “Opsi itu (in abtensia) memang ada. Dan itu dibolehkan secara hukum,” kata Supardi, saat ditemui Republika.co.id di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Rabu (3/8).
Namun kata dia, wacana in abtensia terhadap tersangka Surya Darmadi, adalah alternatif hukum terakhir. Hal tersebut, akan dilakukan jika Kejakgung, gagal memulangkannya dari Singapura.
“Itu (in abtensia) opsi terakhir lah. Kita (Jampidsus-Kejakgung), sampai hari ini, masih tetap mengupayakan agar yang bersangkutan dapat dipulangkan (ke Indonesia) dan dihadirkan ke persidangan,” terang Supardi.
Saat ini, kata Supardi, tim Jampidsus, sudah berkomunikasi dengan Biro Hukum Kejakgung, dan konsulat di Singapura, untuk mengupayakan pemulangan Surya Darmadi ke Indonesia. “Kordinasi sudah dilakukan. Kita sedang mencari cara lewat mekanisme informal, tetang bagaimana ini (Surya Darmadi) bisa dipulangkan (ke Indonesia),” terang Supardi.