REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus hewan ternak yang terjangkit penyakit kuku dan mulut (PMK) mengalami penurunan pada Kamis (4/8/2022). Berdasarkan data Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), kasus kumulatif hewan terpapar PMK total mencapai 460.070, atau berkurang 3.027 kasus dibandingkan hari sebelumnya.
Dari jumlah kumulatif tersebut, rinciannya adalah sapi sebanyak 439.701 ekor, kerbau 15.158 ekor, domba 1.640 ekor, kambing 3.483 ekor dan babi 88 ekor. Namun, total hewan yang sembuh alami berkurang dari sebelumnya 278.921 ekor menjadi 277.559 ekor.
Namun, untuk kasus PMK yang belum sembuh juga berkurang dari 171.624 ekor menjadi 170.184 ekor. Kabar baiknya, angka kematian hewan ternak akibat wabah PMK juga semakin berkurang, dari sebelumnya 4.811 ekor menjadi 4.753 ekor.
Untuk hewan terpapar dan dipotong bersyarat juga berkurang sebanyak 7.574 ekor dari sebelumnya di angka 7.741 ekor. Saat ini terdapat 23 provinsi dan 279 kabupaten kota yang sudah terdeteksi kasus PMK pada hewan ternak.
Kasus belum sembuh tertinggi masih diduduki wilayah Provinsi Jawa Timur dengan 88.440 kasus, disusul Jawa Tengah, 20.400 dan Nusa Tenggara Barat 12.527 kasus
Pemerintah juga mengupayakan vaksinasi hewan yang rentan PMK, khususnya pada sapi. Per hari ini disebutkan sudah ada 1.012.114 hewan dilakukan vaksinasi agar terhindar dari dampak serius wabah PMK.
Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan PMK Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan, Indonesia mampu mengendalikan wabah PMK dan terus berupaya agar peternak dapat terus melanjutkan kegiatannya dan mendapatkan hasil yang baik dari peternakannya.
"Kami juga meyakinkan masyarakat internasional bahwa Indonesia mampu mengendalikan wabah ini,” ujar Wiku dalam keterangan, Kamis (4/8/2022).
Ia menambahkan, pemerintah yakin virus PMK dapat segera ditanggulangi dengan menerapkan strategi yang telah ditentukan.
Salah satu bentuk penanganan yaitu meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah.
Ini bertujuan untuk mendapatkan laporan kasus PMK yang lebih baik sehingga dapat menggambarkan kondisi wabah di Indonesia. Satgas Penanganan PMK dan Kementerian Pertanian telah membangun koordinasi dan jejaring antar pemangku kepentingan dalam pengendalian penyakit PMK, serta memperkuat data yang transparan dan akuntabel.
Di sisi lain, pemerintah terus menggandeng masyarakat untuk penanganan wabah PMK. Oleh karena itu, menurut Wiku, partisipasi aktif masyarakat dibutuhkan untuk mengikuti anjuran pemerintah, dengan harapan wabah PMK di Tanah Air dapat dikendalikan.
Wiku juga mengatakan, pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga sistem biosekuriti di tempatnya. “Masyarakat, khususnya peternak, dapat secara proaktif melaporkan kepada petugas pelayanan atau pelapor desa, jika ada ternaknya yang mengalami gejala klinis PMK,” tambah Wiku.
Wiku menyampaikan hal tersebut agar ternak yang diduga terjangkit PMK dapat segera diberikan tindakan tindak lanjut, seperti pemeriksaan fisik dan pengobatan oleh tenaga medis veteriner dan paramedis veteriner.