Jumat 12 Aug 2022 06:18 WIB

Bareskrim Polri Ringkus 25 Pengedar Narkoba Jaringan Internasional

Di antara tersangka, ada polisi aktif berinisial AGP dan pensiunanPolri berinisial J.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar menunjukan barang bukti usai konferensi pers pengungkapan kasus peredaran gelap narkotika di gedung Breskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Krisno Halomoan Siregar menunjukan barang bukti usai konferensi pers pengungkapan kasus peredaran gelap narkotika di gedung Breskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri meringkus 25 orang tersangka peredaran gelap narkoba dari berbagai jaringan. Di antara mereka ada yang termasuk jaringan internasional dari Jerman, Malaysia, dan Indonesia.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan, penangkapan para tersangka dilakukan dalam operasi bersandi Operasi Anti-Gedek 2022. Operasi tersebut berhasil mengungkapkan jaringan narkoba internasional. "Ada beberapa wilayah yang berhasil diungkap dan jaringannya melibatkan warga negara asing," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2022).

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H Siregar menjelaskan, operasi yang  di sejumlah wilayah di Indonesia dengan sasaran tempat hiburan malam (THM) itu berlangsung selama Juli sampai Agustus 2022. "Kami menemukan setelah pelonggaran PPKM terjadi peningkatan jenis barang bukti ekstasi yang signifikan, baik yang ditangkap Bareskrim maupun rekan-rekan di wilayah."

Berdasarkan informasi intelijen yang diperoleh, kata Krisno, THM engan pelonggaran PPKM banyak disalahgunakan sebagai tempat peredaran gelap narkotika. Pengungkapan kasus, salah satunya berawal dari wilayah Jakarta.

Saat itu, penyidik menangkap tiga tersangka, yakni Agus Riyadi, Poice Surdrajat, dan Anggi Awang dengan barang bukti ekstasi 39 butir. Dari hasil pengembangan, sambung dia, penyidik memperoleh informasi akan ada pengiriman dalam jumlah besar yang disembunyikan dalam paket kiriman dari Jerman. "Paket tersebut berisi alat makan dan makanan untuk anjing dan kucing," kata Krisno.

Penyidik lantas melakukan koordinasi dengan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu untuk memonitor kedatangan paket tersebut. Benar saja, petugas menemukan paket asal Jerman. Dalam kasus tersebut, seorang laki-laki berinisial A, yang namanya digunakan oleh Bayu Ahmed (DPO) untuk menerima paket di Cirebon, Jawa Barat (Jabar).

Kemudian tim Subdit I Dittipidnarkoba Bareskrim Polri bekerja sama dengan Bea Cukai mengembangkan kasus tersebut. Akhirnya diketahui paket tersebut dikendalikan oleh warga binaan di sebuah lembaga pemasyarakatan di Jabar dengan nama Chukwudkpe asal Nigeria. "Warga Nigeria tersebut merupakan narapidana kasus narkoba," ujar Krisno.

Operasi terus berlanjut. Menurut dia, tim Penyidik Bareskrim Polri pada akhir Juli 2022, menangkap tersangka Becce Komalasari di Jakarta Utara. Perannya sebagai kurir dari warga negara Nigeria yang bekerja sama dengan tersangka Emecha (DPO).

Krisno mengatakan, pengungkapan berikutnya jaringan Bandung, Semarang, Medan, dan Bali. Mengedarkan narkotika ke sejumlah THM, kata dia, tersangka yang ditangkap terdiri atas kurir, pengendali, pemilik diskotik sebagai pelaku utama, bandar, pengepul, dan pengendali keuangan.

Penyidik Dittipidnarkoba Bareskrim Polri dalam pengungkapan kasus itu ternyata diawasi oleh pelaku. Namun pelaku yang mengawasi petugas akhirnya dapat ditindak. Dari pengungkapan itu, diperoleh petunjuk ekstasi yang diedarkan di THM salah satunya bersumber dari tersangka Sumantri yang ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, bersama istrinya, Nanik pada 2 Agustus 2022.

Keduanya mengirimkan ekstasi ke sejumlah THM di Bandung melalui tersangka Elly Herlina dalam jumlah ribuan butir. Selain itu, Elly Herlina juga memesan narkotika dari tersangka Moris di Surabaya. "Morris berhasil ditangkap di Apartemen Puncak Permai Unit 2323 pada tanggal 5 Agustus 2022, yang digunakan sebagai laboratorium klandestin atau tempat memproduksi happy water," kata Krisno.

Dia menjelaskan, happy water merupakan campuran ekstasi, ketamine, dan serbuk nutrisi yang dibuat tersangka Morris. Barang itu kemudian diedarkan ke sejumlah THM di wilayah Surabaya, Semarang, dan Bali.

Dari hasil pengembangan tersangka Morris, Krisno melanjutkan, penyidik menciduk tersangka Josh sebagai orang yang memasukkan ekstasi ke THM di Surabaya. Josh mengaku membuat olahan obat mengandung cathinone, paracetamol, ketamine kristal, dan pil ekstasi di Surabaya dan mengirimkan ke tersangka Andri di Bali.

Dari Andri, dia menambagkan, penyidik menyita barang bukti, satu unit mesin cetak dan paket dari Malaysia berisi 700 gram cathinone di Jimbaran, Bali. Total barang bukti narkoba yang disita dalam pengungkapan tersebut, yakni 16.394 butir ekstasi, 40,8 gram sabu, 277 butir erimin five, 700 gram cathinone, dan 16 sachet happy water sebanyak 224 gram.

Ada juga ketamine cair botol kecil sebanyak 140 botol ukuran 30 mililiter (ml), ketamine cair botor besar sebanyak 182 botor ukuran 50 ml, satu timbangan, satu alat press sachet, satu alat blender, satu plastik klip, dan satu unit mesin cetak pil. Di antara para tersangka ada yang berstatus anggota polisi aktif berinisial AGP dan pensiuan polisi berinisial J. Keduanya bertindak sebagai kurir.

Pasal yang dipersangkakan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1), artinya ada persengkongkolan tentunya menjadi pemberatan, ancaman pidana hukuman mati, pidana seumur hidup, atau penjara paling singkat enam tahun atau paling lama 20 tahun. "Subsider Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba," kata Krisno.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement