Selasa 23 Aug 2022 21:50 WIB

Legislator Ungkap Pemicu Rencana Perlindungan Data Pribadi

Data pribadi warga di sejumlah lembaga mengalami kebocoran

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi data pribadi. Data pribadi warga di sejumlah lembaga mengalami kebocoran
Foto: Pikist
Ilustrasi data pribadi. Data pribadi warga di sejumlah lembaga mengalami kebocoran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Diskursus mengenai perlindungan data pribadi muncul karena dampak kebocoran data pribadi. Jika kebocoran data ini terjadi maka bisa mengakibatkan berbagai kerugian. 

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengakui dalam perkembangannya, perlindungan data pribadi merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari persoalan seputar keamanan ruang siber dan digital. 

Baca Juga

"Wacana mengenai perlindungan data pribadi muncul karena berbagai dampak kerugian atas berbagai kebocoran data pribadi," ujarnya dalam konferensi virtual, Selasa (23/8/2022).

Dia menyebutkan, informasi dalam data pribadi seperti identitas penduduk, alamat, tempat tanggal lahir, nomor rekening, email, dan nomor identitas personal seperti nomor identifikasi pribadi (PIN) yang sangat rentan untuk disalahgunakan. Kemudian, risiko yang muncul adalah tindak kejahatan seperti penipuan, pemerasan dan lain-lain.

"Artinya kebocoran data pribadi berpotensi menimbulkan berbagai insiden kriminal dalam ruang siber," katanya.

Berangkat dari persoalan tersebut, dia melanjutkan, ada permintaan yang sangat mendesak terhadap perlindungan data pribadi. 

Apalagi, dia mengingatkan Indonesia sebagai sebuah bangsa mengalami transformasi besar-besaran yang disebut transformasi digital. 

Transformasi ini dimungkinkan dengan perkembangan pengguna internet yang terus melesat. Secara umum Indonesia merupakan negara dengan pengguna internet yang sangat besar di dunia. 

Dia mengutip data internet world stats 2021 lalu bahwa jumlah pengguna internet di Tanah Air mencapai 212,35 juta dari total populasi nasional sebanyak 276,3 juta jiwa. Artinya, dia melanjutkan, penetrasi internet di Indonesia saat ini telah mencapai sekitar 76 persen.  "Tentunya angka ini sangat fantastis," ujarnya.

Dia juga mengungkap laporan lain yang dirilis Google dan Temasek melaporkan nilai e-commerce di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara per 2019 yaitu mencapai 21 miliar dolar AS. 

Sementara nilai transaksi e-commerce di 2025 diperkirakan dapat mencapai 382 miliar dolar AS. Dari angka tersebut, pihaknya menilai perkembangan internet dan transformasi digital telah menawarkan beragam kemudahan semua pihak selaku masyarakat untuk beraktivitas seperti komunikasi pribadi, transformasi dalam jaringan (daring), berbelanja, dan transaksi perbankan.

Bahkan, di sektor pendidikan, dia melanjutkan, pembelajaran secara virtual sudah menjadi hal yang lazim. 

"Berbagai platform ini menjadi ruang baru. Masyarakat Indonesia semakin terintegrasi dengan dunia digital," ujarnya.    

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement