REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (NFA) menaikkan harga acuan pembelian/penjualan (HAP) telur ayam ras baik di tingkat peternak maupun konsumen. Kenaikan harga acuan lantaran adanya keseimbangan baru harga karena meningkatnya biaya produksi telur yang dikeluarkan peternak.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, kenaikan harga acuan telur ayam ras di tingkat peternak diusulkan sebesar Rp 22 ribu per kg sampai Rp 24 ribu per kg. Adapun di tingkat konsumen sebesar Rp 27 ribu per kg.
"NFA telah merumuskan langkah penguatan sektor perunggasan secara berkelanjutan pada beberapa minggu terakhir. Di antaranya melalui penyusunan rancangan HAP yang telah dibahas bersama seluruh stakeholder perunggasan nasional," kata Arief dalam keterangan resminya, diterima Republika.co.id, Jumat (26/8/2022).
Hanya saja, HAP tersebut belum diatur melalui peraturan resmi. Harga acuan telur ayam ras sebelumnya diatur oleh Kementerian Perdagangan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Acuan harga telur ayam ras di peternak sebesar Rp 19 ribu per kg-21 ribu per kg adapun di konsumen Rp 24 ribu per kg. Dengan kata lain, terdapat kenaikan harga acuan yang diatur oleh NFA.
Sebagai informasi, pasca berdirinya Badan Pangan Nasional wewenang pengaturan harga acuan tak lagi berada di Kemendag. Itu sesuai dengan Pasar 28 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 yang menjadi dasar pembentukan Badan Pangan Nasional.
Adapun harga acuan pangan sejauh ini menjadi tolok ukur pemerintah dalam menetapkan langkah intervensi harga. Di saat harga melampaui jauh dari harga acuan, pemerintah harus melakukan stabilisasi harga. Selain itu, harga acuan juga digunakan para pelaku produsen pangan dalam penjualan.
Arief menjelaskan, alasan dinaikkannya harga acuan tersebut karena harga telur sedang mencari keseimbangan baru. Itu karena terdapat kenaikan biaya produksi, juga akibat pandemi beberapa waktu lalu. "Terdapat perubahan harga DOC (bibit ayam), struktur biaya lainnya seperti biaya pakan dan biaya angkut. Hal tersebut tentunya berdampak pada perubahan harga telur, " ujarnya.
Karena itu, selain mengusulkan kenaikan harga acuan, pihaknya juga mengusulkan kenaikan HAP jagung pipil kering kadar air 15 persen menjadi Rp 4.200 per kg di petani dan Rp 5.000 per kg di peternak. Harga itu naik dari acuan di Permendag 7 Tahun 2020 sebesar Rp 3.150 per kg di peternak dan Rp 4.500 per kg di konsumen.
Meski telah mengusulkan kenaikan harga acuan, Arief tak menampik harga riil telur ayam ras di tingkat konsumen saat ini melebihi harga acuan karena tembus hingga lebih dari Rp 30 ribu per kg. Karena itu, NFA memutuskan akan melakukan operasi pasar untuk stabilisasi harga.
Baca juga : Badan Pangan Nasional Siapkan Strategi Sikapi Kenaikan Harga Telur
"Kami terus berkoordinasi intensif dengan Kemendag, Kementan dan Satgas Pangan, sepakat akan melakukan langkah-langkah stabilisasi diantaranya operasi pasar," ujarnya.
Selain itu untuk langkah jangka panjang, NFA masih menyusun skema penyerapan hasil ternak unggas oleh BUMN yakni Bulog dan ID Food termasuk oleh swasta. "Jadi solusi penguatan sektor perunggasan yang kami siapkan sifatnya in line. Di hilir kami dorong BUMN Pangan lakukan penyerapan, di hulu kami amankan kepastian harganya melalui regulasi HAP, sehingga semuanya terukur," katanya.