Selasa 06 Sep 2022 18:13 WIB

Keluarga Santri yang Meninggal Pertanyakan Inkonsistensi Gontor

Pelaku penganiayaan santri AM di Gontor diduga lebih dari satu orang.

Santri pondok pesantren (Ilustrasi). Seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang berusia 17 tahun meninggal akibat dugaan penganiayaan oleh seniornya.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Santri pondok pesantren (Ilustrasi). Seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang berusia 17 tahun meninggal akibat dugaan penganiayaan oleh seniornya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dadang Kurnia

Remaja laki-laki berinsial AM (17 tahun), warga Kota Palembang, Sumatra Selatan, yang merupakan putra dari Soimah, pulang dalam keadaan meninggal. Ia diduga meninggal di tempatnya menuntut ilmu Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Pusat, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, akibat dianiaya.

Baca Juga

Kuasa Hukum keluarga korban Titis Rachmawati mengatakan keluarga mendesak kepolisian setempat memproses hukum kasus dugaan penganiayaan yang menimpa AM. Keluarga juga merasa ada sikap yang inkonsisten dari pihak Pondok Pesantren Darussalam Gontor atas informasi yang disampaikan mengenai kematian AM.

Inkonsistensi tersebut dirasakan keluarga AM saat mendapatkan kabar siswa kelas 5i di Pondok Gontor itu meninggal dunia pada Senin, 22 Agustus 2022, sekitar pukul 10.20 WIB saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum). Dalam pernyataan resmi yang diterima keluarga berupa surat keterangan kematian dari Rumah Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, Ponorogo, menerangkan bahwa AM meninggal dunia karena sakit.

Saat jenazah AM tiba di rumah duka di Palembang pada Selasa, 23 Agustus 2022, ibu korban memaksa untuk membuka peti jenazah. Ia melihat pada bagian tubuh anaknya itu seperti tidak dalam kondisi menunjukkan sakit yang dimaksud.

"Hingga akhirnya Senin (5/9/2022) kemarin pihak Gontor menyampaikan kepada publik pernyataan maaf dan mengakui ada dalam pengantaran jenazah tersebut tidak sesuai fakta. Serta mengakui ada dugaan aksi kekerasan di lingkungan pesantren yang berdampak pada korban AM," kata Titis.

Menurut Titis, pihak keluarga sangat menyesalkan sikap inkonsistensi dari pihak Pondok Modern Darussalam Gontor. Keluarga menganggap pondok sudah mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, namun tidak menjelaskan kejadian sebenarnya kepada keluarga korban. Pondok justru menerbitkansurat keterangan kematian pada 22 Agustus 2022 yang menyatakan santri AM meninggal dunia karena sakit.

Respons penyampaian kebenaran dari pihak Pondok Gontor itu pun didapatkan setelah ada desakan dari pihak keluarga. Bahkan hingga Soimah menemui advokat Hotman Paris beberapa hari lalu yang kemudian memviralkan kasus dugaan penganiayaan santri itu untuk mendapatkan keadilan bagi anaknya.

"Secara langkah hukum kami mengikuti sesuai pernyataan dari Gontor saja, bahwa benar telah terjadi dugaan tindak pidana penganiayaan di lingkungan setempat," kata Titis.

Atas pernyataan dari Pondok Gontor tersebut meski saat ini masih laporan tipe A di Polres Ponorogo, lanjut Titis, namun tidak menutup kemungkinan akan ada laporan resmi dari pihak keluarga. Saat ini tim kuasa hukum keluarga korban sudah menyerahkan proses penyelidikan kasus itu kepada Polres Ponogoro yang informasinya sudah memeriksa sebanyak tujuh orang saksi.

"Lalu karena korban sudah dimakamkan di Palembang, kita lihat apabila memang dibutuhkan dalam prosesnya polisi membutuhkan autopsi. Nantinya akan kami koordinasikan dengan pihak keluarga," tambahnya.

Pihaknya juga berharap mendapatkan informasi dari kepolisian terkait surat pernyataan AM meninggal dunia karena sakit itu dikeluarkan atas perintah siapa, dari rumah sakit atau dari lembaga pendidikan Pondok Gontor. "Terkait permintaan maaf, sebagai manusia kita tidak boleh tidak memaafkan, tapi kami belum tahu siapa sih kita terima maafnya. Kalau dari pondok pesantren ya itu dari segi kelembagaan saja. Ketika pimpinan pondok pesantren mengatakan diduga terjadi tindak pidana penganiayaan, seharusnya mereka bisa menyimpulkan karena bila ber-statement begitu pasti sudah ada. Kami hanya ingin keadilan dan objektif mengacu pada hukum,"kata Titis menambahkan.

Sementara itu, ibu korban AM, Soimah, berharap pihak keluarga mendapat kejelasan mengenai peristiwa dugaan penganiayaan yang dialami anaknya. Keluarga juga berharap kasus kekerasan terhadap santri tersebut menjadi yang terakhir dan jangan sampai terulang kembali di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.

"Cukup pada anak saya, jangan sampai terulang. Saya ingin dunia pendidikan jangan ada perbuatan (kekerasan) fisik. Terkait proses hukum, semua saya serahkan ke pengacara kami, kondisi saya masih syok," kata Soimah, yang juga berprofesi sebagai wartawati di Kota Palembang.

Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo tidak menampik adanya dugaan penganiayaan terhadap santri AM oleh sesama santri. "Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, memang ditemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal," kata juru bicara Ponpes Darussalam Gontor Noor Syahid, hari ini.

Keterangan resmi itu disampaikan Noor Syahid secara daring melalui rekaman video yang disebar ke awak media maupun kanal resmi PP Darussalam Gontor, menanggapi berita viral tentang kematian tak wajar santri AM. "Kami dari pihak keluarga besar Pondok Modern Darusalam Gontor, dengan ini memohon maaf sekaligus belangsungkawa atas meninggalnya ananda AM (Albar Mahdi)," ujar Noor Syahid.

Gontor sejauh ini telah mengambil tindakan tegas terhadap para terduga pelaku, dengan mengeluarkan santri yang terlibat penganiayaan. "Pada hari yang sama almarhum wafat, kami juga langsung mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi tegas kepada santri yang diduga terlibat. Yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan secara permanen dari Pondok Modern Darussalam Gontor, dan memulangkannya ke orang tua masing-masing," ujar Noor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement