REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, mengingatkan agar Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mewaspadai dampak dari gejolak internal di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurutnya, gejolak tersebut akan berpengaruh pada soliditas KIB.
Ia juga mengindikasikan adanya kontrol kekuasaan politik dalam pergantian tersebut. Hal itu dapat diduga ketika melihat kecepatan pengesahan SK Kemenkumham yang hanya memakan waktu 5 hari.
"Dengan demikian, polemik 'amplop kiai' bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP. Situasi ini menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB," kata Umam dalam keterangannya, Senin (12/9/2022)
Ia menambahkan, adanya dinamika di internal PPP seolah mengkonfirmasi prediksi KIB layu sebelum berkembang. Bahkan dirinya mewanti-wanti hal serupa juga dialami pimpinan KIB lain seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Umam mengatakan, analisisnya tersebut didasarkan fakta bahwa mantan Ketum PPP Suharso Monoarfa dan Plt Ketum PPP Mardiono, sama-sama berada di dalam struktur pemerintahan. Suharso sebagai Menteri Bappenas dan Mardiono sebagai anggota Wantimpres. Umam menengarai kemungkinan adanya kekuatan politik yang tampaknya terhalang oleh keputusan politik Suharso yang memilih bergabung dengan KIB.
"Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya," jelas Umam.
Menurutnya, meski Mardiono disebut sebagai juru runding utama PPP pada KIB, hal itu tidak menjamin sepenuhnya ketetapan pilihan politik PPP dalam KIB. Kepemimpinan baru PPP diprediksi akan menempuh jalan yang bisa jadi berbeda dengan saat ini.
"Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP," ungkapnya.
Umam menegaskan pilihan PPP untuk mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 juga akan mempengaruhi eksistensi partai berlambang Ka'bah itu ke depan. Namun, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan eksistensi PPP ke depan.
"Jadi, dibutuhkan kerja keras, karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan," tuturnya.