Senin 19 Sep 2022 07:06 WIB

PKS Respons Tingkat Kepuasan Publik yang Menurun

PKS dorong Jokowi bicara gamblang tentang kebijakan menaikkan harga BBM.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Indira Rezkisari
Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menggelar aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jawa Barat menggelar aksi Mahasiswa Jawa Barat Bergerak, di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (16/9). Dalam aksi itu mereka menyerukan penolakan terhadap segala bentuk kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat dan tolak kenaikan harga BBM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengingatkan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo yang menurun imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa berbahaya. Sebab, angka penurunan terhitung sekitar 10 persen dari 72,3 persen pada Agustus menjadi 62,6 persen per September.

"Tingkat kepuasannya cukup terjun payung dan ini berbahaya buat Pak Jokowi," ujar Mardani, saat menanggapi survei nasional Indikator Politik, Ahad (18/9/2022).

Baca Juga

Mardani juga menilai kebijakan menaikkan harga BBM ini tidak tepat mengingat kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sangat berat. Menurutnya, dampak pandemi Covid-19 yang membuat munculnya orang miskin baru, tidak mampu diantisipasi pemerintah kemudian ditambah dengan kenaikan harga BBM yang membuat masyarakat semakin sulit.

Meskipun, kata dia, Pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) dalam beberapa jenis, tetapi tidak menyentuh semua lapisan. "Karena banyak sekali kaum miskin baru yang tadinya di atas miskin yang tidak terdata di DTKS tidak masuk BLT sekarang, mereka itu banyak," ujar Mardani.

Dia mengatakan, temuannya di lapangan mendapati data penerima bantuan BLT pemerintah juga tidak semua warga miskin mendapatkannya. Meskipun, kata dia, datanya diperbarui, tetapi nyatanya tidak kunjung tertata rapi.

"DTKS kita masih berantakan, saya ketemu RT di Cijantung Jaktim, mereka sudah mengajukan usulan baru, tapi yang keluar masih lama, yang dulu agak banyak sekarang cuma 5-6 per orang per RT, kondisinya berat dan menyengsarakan masyarakat," kata Ketua DPP PKS tersebut.

Karena itu, dia mendorong pemerintah khususnya Presiden Jokowi menyampaikan secara gamblang tentang kebijakan menaikkan harga BBM. Bukan hanya, kata Mardani, mengeluhkan kondisi APBN yang membengkak karena beban subsidi.

"Usul saya Pak Jokowi hari ini jadi guru, guru bangsa bicara jangan teriak subsidi Rp 502 Triliun yang ternyata banyak ekonom pertanyakan, itu total sehingga yang terjadi memang buat masyarakat kenapa naiknya itu tidak tersampaikan, walaupun tersampaikan itu tetap memberatkan memberatkan masyarakat, tetapi akan jauh lebih dimaklumi," ujarnya.

Selain itu, Mardani juga berharap pemerintah membentuk Satgas khusus untuk memperbaiki masalah data DTKS. Ini karena rangkaian proses perbaikan DTKS yang sangat panjang membuatnya perlu menjadi perhatian.

"Sebetulnya Bu Risma (Mensos) sudah teriak-teriak untuk perbaiki data ini tapi rantai datanya panjang, dari RT ke RW, RW ke kelurahan, kelurahan ke Sekcam, Camat Discukcapil, Sekda, Gubernur, itu rantainya panjang sehingga hampir sama seperti KPU soal masih ada undangan C6 untuk warga sudah meninggal," ujar dia.

Sebelumnya, Hasil survei nasional Indikator Politik menunjukkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) membuat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menurun. Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memaparkan, setelah kenaikan BBM tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi 62,6 persen sedangkan tidak puas sebesar 35,3 persen.

Angka ini menurun dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM yakni 72,3 persen. "Jadi memang efeknya terhadap tren approval rating presiden cukup lumayan kurang lebih 10 persen dibandingkan survei bulan Agustus sebelum kenaikan harga BBM 72,3 persen," ujar Burhanuddin dalam paparannya secara daring, Ahad (18/9/2022).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement