Senin 19 Sep 2022 20:15 WIB

Pembentukan DKN Dikhawatirkan Ada Hidden Agenda

DKN dikhawatirkan akan membuka tata kelola pertahanan keamanan seperti di masa lalu.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti  khawatir akan adanya tersembunyi pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). Foto ilustrasi.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti khawatir akan adanya tersembunyi pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). Foto ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Pakar Hukum Tata Negara dan  Dosen STH Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan kemungkinan adanya hidden agenda di balik rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang Dewan Keamanan Nasional (DKN), dengan intensi yang khusus.

"Pembentukan DKN akan membuka ruang terjadinya pendekatan militeristik seperti terjadi di masa lalu,” kata Bivitri dalam siaran pers, Senin (19/9/2022).

Hal ini disampaikan Bivitri dalam diskusi publik "Quo Vadis Pembentukan Dewan Keamanan Nasional”. Kegiatan ini diselenggarakan Imparsial dan Centra Initiative, Senin (19 /9/2022).

Menurut Bivitri pembentukan DKN ini akan membuka tata kelola pertahanan keamanan seperti di masa lalu dengan model yang berbeda tetapi tetap berbahaya. Rancangan Perpres DKN, menurutnya, perlu ditolak, seperti dulu menolak pembahasan DKN ketika  dibahas melalui RUU Kamnas. "Rancangan Perpres ini bermasalah secara hukum,” ungkapnya.

Rancanagnan Pepres DKN, kata Bivitri, ini tidak ada cantelan hukumnya.  Dengan kata lain, tidak ada undang undang di sektor pertahanan keamanan, seperti UU TINI, UU Pertahanan, UU Polri,  yang memerintahkan agar pemerintah membentuk DKN.

“Karena itu tidak ada landasan hukum yang kuat selevel undang undang untuk membentuk DKN sehingga membentuk DKN melalui peraturan presiden keliru dan tidak tepat,” ungkapnya.

Rancangan Perpres DKN, dikhawatirkan akan menimbulkan kerumitan tata kelola pertahanan dan keamanan. Hal ini karena  definisi keamanan nasional dalam rancangan perpres ini luas dan menggabungkan fungsi pertahanan dan keamanan, yakni menggabungkan TNI dan Polri kembali di bawah DKN. Hal ini tidak sejalan dengan agenda demokrasi yang mengharuskan pemisahan TNI dan Polri.

DKN akan meninbulkan tumpang tinding fungsi dengan kelembagaan lain yakni dengan menkopolhukam, lemhamnas, wantimpres dan lain lain.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement