Rabu 12 Oct 2022 00:55 WIB

Bangladesh Jerat 4 Ribu Pendukung Oposisi dengan Tudingan Palsu

Ribuan aktivis partai hadapi tuduhan kekerasan palsu oleh pihak berwenang Bangladesh

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Pendukung Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) melakukan aksi protes. Oposisi Bangladesh mengatakan ribuan aktivis partai sedang menghadapi tuduhan kekerasan palsu oleh pihak berwenang.
Foto: EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Pendukung Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) melakukan aksi protes. Oposisi Bangladesh mengatakan ribuan aktivis partai sedang menghadapi tuduhan kekerasan palsu oleh pihak berwenang.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Oposisi Bangladesh mengatakan ribuan aktivis partai sedang menghadapi tuduhan kekerasan palsu oleh pihak berwenang. Dalam beberapa bulan terakhir, para penentang Perdana Menteri Sheikh Hasina mengadakan aksi protes di seluruh negeri karena pemadaman listrik.

Mereka juga menuntut pemilihan yang harus diadakan di bawah pemerintahan sementara yang netral. Sejumlah aksi demo pun diwarnai dengan kekerasan.

Juru bicara oposisi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) Sairul Kabir Khan mengatakan, polisi telah mendakwa setidaknya 4.081 pendukung dan pemimpin partai sejak 22 Agustus. Menurutnya mereka yang ditangkap menghadapi tuduhan palsu terkait dengan kekerasan demo tersebut.

"20 ribu pendukung BNP lainnya juga telah didakwa," ujar Khan seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (11/10/2022).

Ia menilai penangkapan ini adalah sebuah taktik yang menurut para aktivis hak asasi memberikan kekuatan besar kepada polisi untuk melecehkan pendukung oposisi yang mungkin tidak menggelar aksi demo. Khan mencatat, lima aktivis tewas dan lebih dari 2.000 terluka dalam protes tersebut.

Menurut Khan, polisi tidak melakukan intervensi ketika demonstrasi BNP diserang dengan kekerasan. Sebagian besar kekerasan dilakukan oleh aktivis yang memegang tongkat dari partai Liga Awami yang berkuasa, namun jika BNP membalas, maka mereka mulai bereaksi. "Polisi bukan kekuatan netral," kata Khan.

Polisi mengatakan, empat orang tewas dalam setidaknya tiga protes. Polisi menuduh oposisi memicu kekerasan. Juru bicara polisi Bangladesh, Monzur Rahman, membantah bahwa petugas menargetkan aktivis oposisi. Menurut pihak polisi, pasukanya menghormati hak setiap warga negara di Bangladesh dan hanya campur tangan untuk menjaga situasi hukum dan ketertiban.

Komentar Khan muncul ketika Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York pada Senin menyuarakan keprihatinan atas penangkapan massal dan penggerebekan polisi terhadap rumah anggota partai oposisi Bangladesh. "Sementara polisi telah melakukan penangkapan massal terhadap pendukung oposisi, mereka yang berafiliasi dengan partai yang berkuasa tampaknya memiliki kekebalan hukum atas serangan kekerasan," katanya.

Direktur HRW Asia Selatan, Meenakshi Ganguly mengatakan insiden ini menetapkan nada yang tidak menyenangkan untuk pemilihan parlemen mendatang yang ditetapkan untuk Desember 2023. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzaman Khan menyebut laporan HRW propaganda politik 100 persen.

"Situasi hak asasi manusia kami jauh lebih baik daripada banyak negara lain,” katanya. Khan mengatakan tidak ada pemimpin dan aktivis partai politik oposisi yang menjadi korban penindasan oleh pemerintah.

Desember lalu, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pada tujuh perwira keamanan Bangladesh dan pasukan elit anti-terorisme, Batalyon Aksi Cepat, atas perannya dalam ratusan penghilangan paksa dan ribuan pembunuhan di luar proses hukum. Dhaka membantah berada di balik penghilangan paksa pendukung dan pemimpin oposisi.

Pemerintah mengatakan banyak penjahat tewas dalam baku tembak dengan petugas. Pemerintah, yang telah berkuasa sejak 2009, sebagian besar menentang tindakan AS dan bulan lalu mengangkat salah satu petugas yang terkena sanksi menjadi kepala polisi nasional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement