REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum mengatakan, terdakwa Ferdy Sambo melepaskan tembakan untuk memastikan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat tewas usai eksekusi dari Bharada E. Ironisnya, saat Sambo melepaskan tembakan, Brigadir J diketahui masih hidup, mengerang kesakitan.
"Terdakwa Sambo menghampiri Bragdir J yang tergeletak dalam terkelungkup masih bergerak kesakitan," ujar Jaksa Penuntut Umum dalam dakwannya di sidang perdana mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo, Senin (17/10/2022).
Untuk memastikan Brigadir J tewas, lanjut JPU, Ferdy Sambo yang bersarung tangan hitam memastikan korban tak bernyawa dengan menembak sekali lagi tepat kena bagian belakangan sisi kiri Brigadir J.
"Tembakan itu menembus kepala bagian belakang sisi kiri melalui hidung mengakibatkan luka bakar pada cuping hidung sisi kanan luar," ujar JPU.
JPU melanjutkan, lintasan peluru telah mengakibatkan rusaknya tulang dasar tengkorak pada dua tempat yang membuat rusaknya tulang dasar rongga bola mata bagian kanan hingga muncul resapan darah pada kelopak mata terkena lintasan peluru. Hal ini telah menyebabkan kerusakan pada batang otak.
Sementara sebelumnya, Tim pengacara Ferdy Sambo, dan Putri Sambo, Rabu (12/10/2022) kemarin menyampaikan bahwa tak ada perintah kata ‘tembak’ dari Ferdy Sambo kepada RE, ajudannya itu saat peristiwa pembunuhan Brigadir J. Pengacara Febrie Diansyah mengakui, memang ada perintah yang disampaikan Ferdy Sambo kepada RE. Namun perintah tersebut, adalah ‘hajar’.
“Ada perintah FS pada saat itu yang dari berkas yang kami dapatkan itu perintahnya adalah ‘hajar Chad (RE)’. Namun, yang terjadi adalah penembakan,” terang Febri. Tim pengacara meyakini adanya kesalahan interpretasi yang dilakukan oleh RE, atas perintah Ferdy Sambo, dari ‘hajar’ menjadi ‘tembak’.
Menurut Febri, atas fatalisme maksud perintah ‘hajar’ menjadi ‘tembak’ itu membuat Ferdy Sambo berusaha untuk melindungi RE dari jeratan hukum.