Selasa 18 Oct 2022 19:37 WIB

Enam Terdakwa Obstruction of Justice Dihadirkan Langsung di Pengadilan

Dakwaan mereka serupa dengan yang dibacakan terhadap Ferdy Sambo.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ilham Tirta
Dua tersangka kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J, Hendra Kurniawan (tengah) dan Agus Nurpatria (kanan) ditunjukkan oleh petugas saat proses pelimpahan berkas perkara tahap dua di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/10/2022). Penyidik Bareskrim Polri menyerahkan 11 tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Agung dalam pelimpahan tahap dua terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J dan obstruction of justice yang salah satunya menjerat mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Dua tersangka kasus obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J, Hendra Kurniawan (tengah) dan Agus Nurpatria (kanan) ditunjukkan oleh petugas saat proses pelimpahan berkas perkara tahap dua di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/10/2022). Penyidik Bareskrim Polri menyerahkan 11 tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Agung dalam pelimpahan tahap dua terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J dan obstruction of justice yang salah satunya menjerat mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menghadirkan langsung  para terdakwa obstruction of justice kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) ke muka hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Rabu (19/10/2022). Hanya enam mantan perwira Polri yang akan didakwa pada Rabu karena dakwaan Ferdy Sambo telah dibacakan pada Senin (18/10/2022).

Keenam terdakwa adalah Hendra Kurniawan (HK), Agus Nurpatria (ANT), Irfan Widyanto (IW), Arif Rachman Arifin (ARA), Chuck Putranto (CP), dan Baiquni Wibowo (BW). “Semuanya akan dihadirkan,” kata salah satu anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Republika.co.id, Selasa (18/10/2022).

Baca Juga

Menurut surat dakwaan yang sudah disiapkan JPU, mereka akan didakwa serupa dengan Ferdy Sambo dalam kasus upaya menghalang-halangi penyidikan, perusakan, dan penghilangan alat bukti. “Terkait yang OJ (obstruction of justice), dakwaannya sama, seperti terdakwa FS,” ujar anggota JPU.

Dakwaan pertama Pasal 49 juncto Pasal 33 UU 19/2016-11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU 19/2016-11/2008 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Adapun dakwaan kedua, JPU akan mendakwa para terdakwa dengan sangkaan Pasal 233 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Subsider Pasal 221 ayat (1) KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Praktik obstruction of justice para terdakwa sudah terjadi sejak 8 Juli 2022. Bahkan, disebutkan dalam kronologi panjang versi dakwaan, terjadi sampai 8 Agustus 2022 berupa penyamaan pikiran para terdakwa yang diinisiasi oleh Ferdy Sambo tentang peristiwa kematian Brigadir J berawal dari kejadian tembak-menembak dengan Bharada RE. Pun disebutkan dalam dakwaan adanya penjelasan sepihak dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk membuat skenario palsu kepada para terdakwa, bahwa tembak-menembak itu, terjadi setelah Brigadir J melakukan pelecehan seksual di Duren Tiga.

Praktik obstruction of justice lainnya, juga aksi Ferdy Sambo, HK, ANT, yang memerintahkan para terdakwa lainnya, untuk melakukan pengamanan CCTV di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan, di Duren Tiga 46. Dan di lokasi perencanaan pembunuhan di Saguling III 29.

Total CCTV yang merupakan bagian dari alat bukti pengungkapan kasus kematian Brigadir J ada sebanyak 20 titik. Namun disebutkan dalam dakwaan terdakwa IW yang disebutkan melakukan pengambilan paksa beberapa CCTV publik yang berada di lokasi dekat Saguling III tanpa ada izin.

Padahal diketahui, CCTV tersebut adalah bagian dari barang bukti. Disebutkan juga dalam dakwaan aksi terdakwa CP yang mendapatkan perintah dari Ferdy Sambo untuk mengambil paksa rekaman CCTV yang sudah diamankan oleh penyidik di Polres Jaksel. Bahkan, disebutkan dalam dakwaan, adanya praktik pengancaman yang dilakukan terdakwa CP kepada beberapa penyidik Polres Jaksel atas perintah HK, dan Ferdy Sambo agar penanganan kasus kematian Brigadir J tetap mengacu pada keterangan Putri Candrawathi.

Para terdakwa obstruction of justice tersebut juga melakukan transmisi ilegal untuk menghilangkan sebagian isi dari rekaman CCTV. Dan mengganti seluruh decoder CCTV di pos pengamanan rumah Duren Tiga 46. Bahkan, dalam dakwaan disebutkan aksi yang dilakukan terdakwa BW dan ARA yang menghancurkan rekaman video CCTV yang memperlihatkan kondisi Brigadir J yang masih hidup. Padahal dalam pengakuan Ferdy Sambo dalam rekayasa kasus kematian Brigadir J, tembak menembak dengan Bharada RE terjadi sebelum Ferdy Sambo tiba di Duren Tiga.

Akan tetapi, disebutkan dalam dakwaan, ada rekaman CCTV yang diketahui oleh terdakwa ARA, dan BW, juga CP yang berisikan tentang Ferdy Sambo yang datang dari Saguling III ke Duren Tiga dengan sarung tangan hitam, namun juga terlihat Brigadir J yang masih hidup. Akan tetapi keberadaan rekaman CCTV yang sudah terduplikasi ke laptop tersebut, diperintahkan oleh HK, dan Ferdy Sambo untuk dimusnahkan.

Sementara laptop yang dijadikan tempat penyimpanan duplikasi tersebut, juga turut dimusnahkan. Sehingga tim penyidikan Polri sempat kesulitan mengungkap kasus pembunuhan BRigadir J tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement