REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kementerian Pertanian Palestina mengungkapkan, perubahan iklim telah mengakibatkan panen kurma di wilayah tersebut merosot hampir separuhnya tahun ini. Hujan yang turun di luar musimnya telah merusak penyerbukan musim semi. Hal itu diperparah dengan kondisi musim panas yang sangat terik.
Seorang pejabat di Kementerian Pertanian di Gaza, Adham Al-Basyouni, mengungkapkan, produksi kurma tahun ini diperkirakan turun, dari 16 ribu ton menjadi 10 ribu ton. Hal itu karena musim semi yang sangat dingin dan basah.
“Kami memiliki cuaca seperti musim dingin. Kami mengalami perubahan iklim yang memengaruhi vitalitas serbuk sari dan bunga, serta sangat merusak penyerbukan,” ucapnya, dilaporkan laman Middle East Monitor, Rabu (9/11/2022).
Uday Manna, seorang petani di Deir El-Balah, sebuah kota di Jalur Gaza tengah, sangat menyesalkan anjloknya produksi kurma. “Seluruh musim kurma rusak. Setiap tahun, kami mengirim kurma ke Tepi Barat. Tahun ini, Deir El-Balah tidak mendapatkan cukup kurma untuk Deir El-Balah sendiri,” ucapnya.
Cuaca buruk juga memengaruhi kualitas kurma. Padahal, komoditas itu turut digunakan oleh pelaku usaha untuk membuat berbagai macam manisan dan kue-kue lokal tradisional. “Saya menunggu musim (kurma) untuk mencari nafkah. Musim tahun ini kecil dan tidak bagus,” kata Zahwa Abu Qassem, warga Gaza yang telah puluhan tahun melakoni usaha pembuatan pasta kurma.
Adham Al-Basyouni mengatakan, pihak berwenang di Gaza sedang mengerjakan sistem baru yang canggih guna membantu para petani mengatasi dampak perubahan iklim. Hal itu diharapkan bisa menjaga produksi tetap berjalan dan memenuhi kebutuhan populasi Gaza yang berkembang pesat.
Jalur Gaza diketahui berada di bawah blokade Israel dan Mesir. Wilayah itu memiliki akses yang sangat terbatas ke pasar luar untuk hasil pertaniannya. Meski sangat sulit untuk mengidentifikasi bagaimana perubahan iklim memengaruhi peristiwa cuaca individu, para ilmuwan semakin yakin berujar bahwa hal semacam itu terjadi karena meningkatnya suhu global rata-rata.
Laporan yang disusun oleh The Cyprus Institute memperkirakan, wilayah Mediterania Timur dan Timur Tengah akan mengalami kenaikan suhu hampir dua kali lebih cepat dari rata-rata global. Dengan pemanasan keseluruhan hingga 5 derajat Celcius atau lebih pada akhir abad ini. Laporan itu akan dipresentasikan di United Nations Climate Change Conference (COP27) yang kini sedang berlangsung di Mesir.