REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan, kunjungi Jessica Eve Stern ke Indonesia hanya akan menimbulkan masalah sosial, keagamaan, dan politik. Akademisi asal Amerika Serikat diutus khusus negaranya untuk membahas hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia pada Desember ini.
Mu'ti mengingatkan, pada situasi sekarang ini, kedatangan Jessica Stern sudah pasti akan menimbulkan kegaduhan dan potensi perpecahan kelompok yang pro dan kontra terhadap lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). "Kalau alasannya adalah untuk membela HAM, sebenarnya ada masalah HAM yang sudah jelas-jelas terjadi di Palestina. Tetapi Amerika Serikat hanya diam seribu bahasa," kata Mu'ti lewat keterangan tertulis kepada Republikaco.id, Jumat (2/12/2022).
Perilaku LGBT, kata dia, jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam dan Pancasila. Sementara mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam. Sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa tegas menunjukkan Indonesia adalah bangsa yang religius.
"Dalam konteks tersebut, Jessica Stern dan pemerintah Amerika Serikat hendaknya menghormati Indonesia sebagai negara yang berdaulat dengan tidak memaksakan nilai-nilai yang bertentangan dengan moral dan kepribadian luhur bangsa Indonesia," kata dia.
Pemerintah Indonesia memiliki hubungan diplomatik dan bilateral yang baik dengan Amerika Serikat. Akan tetapi, demi kepentingan politik di dalam negeri, terutama untuk menjaga persatuan bangsa, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dapat menyampaikan keberatan dengan kehadiran Jessica Stern ke Indonesia.
"Dalam situasi dimana pemerintah Indonesia berusaha memulihkan ekonomi yang sulit akibat Covid-19 dan memasuki tahun politik 2024,"
bangsa Indonesia memerlukan situasi politik dalam negeri yang kondusif. Berbagai hal yang berpotensi menimbulkan polarisasi dan perpecahan di masyarakat harus dihindari," kata dia.
Mu'ti mengatakan, selama ini pemerintah Indonesia menjalin kemitraan yang baik dengan Amerika Serikat seperti dalam persoalan Myanmar dan Afghanistan. Ormas Islam mendukung sikap dan program pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat untuk perlindungan dan pemberdayaan perempuan di Afghanistan.
Namun, dalam hal LGBT, umat Islam sudah jelas menolak. Pemerintah Amerika Serikat hendaknya memahami psikologi dan pandangan umat Islam Indonesia terhadap LGBT.
"Jangan sampai hubungan dan kerjasama yang selama ini sudah terbangun antara masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat dalam bidang pendidikan, kebudayaan, dan kemanusiaan yang terjalin dengan baik menjadi rusak akibat kunjungan Jessica Stern ke Indonesia," kata Mu'ti.