REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KUHP menuai pro dan kontra. Salah satunya soal kehadiran pasal-pasal perzinahan yang diklaim bakal mempengaruhi minat wisatawan asing untuk berlibur ke Indonesia.
Namun, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menegaskan, kabar-kabar seperti itu tidak benar. Bahkan, ia mengaku sudah berbicara langsung dengan orang-orang Kanwil Kemenkumham di daerah-daerah dan menemukan tidak ada pembatalan yang terjadi.
"Saya baru bicara dengan anggota DPRD, dan saya baru (mendapat) laporan di Kanwil kita di Bali tidak ada pembatalan," kata Yasonna, Senin (12/12).
Ia berpendapat, kabar-kabar itu seperti sengaja dilempar kepada publik. Padahal pasal-pasal tidak mengganggu wisatawan asing, karena memang bukan budaya mereka. Apalagi, kata Yasonna, pasal-pasal ini sudah lama.
Yasonna pun menyinggung seorang pengacara kondang yang mengangkat lagi isu ini seolah-olah akan mengakibatkan kiamat bagi dunia pariwisata di Indonesia. Ia menegaskan, tidak boleh ada yang memaksakan liberalisme seksual di bangsa ini. "Kita punya adat, kita punya kultur, kita punya agama di sini," ujar Yasonna.
Yasonna menegaskan, kalau anaknya sendiri yang melakukan kohabitasi (kumpul kebo), bukan hanya orang tuanya yang malu, tapi saudara-saudara dan sanak keluarga jauh turut malu. Ia menilai, ini salah satu perwujudan adat, tanpa mengurangi privacy seseorang.
Menurut Yasonna, pasal ini tidak mengganggu hak orang lain maupun budaya bangsa lain dari luar yang masuk ke Indonesia. Kecuali, atas pengaduan absolut dari orang tua atau anak atau suami/istri, yang tentu tidak ada di budaya asing.
"Di sana, tamat SMA saya ke luar dari rumah, i live my own, kalua orang tua melarang, this is my life, you cannot do that here, kita punya kultur, kita punya budaya," kata Yasonna.
Di KUHP yang baru sendiri pasal-pasal perzinahan antara lain diatur dalam Pasal 411, Pasal 412 dan Pasal 413. Pasal 411, misal, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami/istri dipidana karena perzinaan.
Kemudian, dalam Pasal 412, disebutkan kalau setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami atau istrinya di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan. Atau, pidana denda paling banyak kategori II.