Jumat 16 Dec 2022 14:33 WIB

KSP: KUHP tak untuk Membungkam Demokrasi

Kebebasan berpendapat saat ini berada dalam situasi yang berbeda dari masa sebelumnya

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
Massa yang tergabung dari berbagai elemen buruh melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Dalam aksinya mereka membawa beberapa tuntutan diantaranya  menolak UU KUHP, omnibus law UU Cipta Kerja, tolak outsourcing, serta mendesak pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa yang tergabung dari berbagai elemen buruh melakukan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (15/12/2022). Dalam aksinya mereka membawa beberapa tuntutan diantaranya menolak UU KUHP, omnibus law UU Cipta Kerja, tolak outsourcing, serta mendesak pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) membantah anggapan bahwa KUHP disahkan untuk menjadi alat kekuasaan pemerintahan saat ini guna mematikan demokrasi. Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Sigit Pamungkas, KUHP justru merupakan refleksi dari pengalaman dan harapan demokrasi ke depan.

“KUHP tidak akan membungkam demokrasi. Formulasi KUHP terkait kebebasan berpendapat merupakan refleksi dari pengalaman kita berdemokrasi yang telah lalu sekaligus harapan keadaban berdemokrasi di masa depan,” kata Sigit, dikutip dari siaran pers KSP, Jumat (16/12/2022).

Baca Juga

Menurut Sigit, kebebasan berpendapat saat ini berada dalam situasi yang berbeda dari masa sebelumnya. Karena itu, proses pembaharuan dan pengesahan RKUHP dinilai sudah sesuai dengan aspirasi publik dan mekanisme demokratis yang ada.

“Dulu, kebebasan berpendapat masih dibatasi dengan kontrol terhadap partai, masyarakat sipil dan media. Saat ini, pilar-pilar demokrasi tersebut dibebaskan untuk beraspirasi. Parlemen juga terbuka bagi publik. Melalui mekanisme pemilu yang rutin, supremasi sipil juga terjamin. Jadi terlalu berlebihan pandangan bahwa KUHP mematikan demokrasi,” ujar Sigit.

KUHP yang baru disahkan ini akan berlaku secara efektif tiga tahun mendatang. Selama masa transisi ini, pemerintah akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada publik dan aparat penegak hukum tentang pasal-pasal yang telah ditetapkan dalam KUHP yang baru.

Sementara itu, dalam perspektif geopolitik, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto mengingatkan bahwa pengesahan KUHP adalah bentuk penguatan otonomi strategis Indonesia. “Keinginan Indonesia untuk mengadopsi paradigma hukum pidana modern yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, serta keadilan rehabilitatif harus menjadi prioritas baru dalam membangun kolaborasi dengan negara lain,” ungkap Andi.

Kepentingan nasional tersebut bertujuan untuk menjaga iklim demokrasi dan dapat diterjemahkan menjadi sikap Indonesia dalam kerangka hubungan luar negeri. “Dengan pengesahan KUHP, kebutuhan Indonesia untuk menjaga sendi-sendi demokrasi di tengah merebaknya tren global tentang politik identitas, ujaran kebencian, serta politik hoaks harus menjadi rujukan utama dalam praktek diplomasi Indonesia,” kata Andi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement