REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, mengatakan, Mahkamah Agung (MA) harus memiliki mekanisme berlapis untuk mengantisipasi orang-orang dalam mengintip perkara yang ditangani. Jika ini tidak bisa diatasi dikhawatirkan mereka akan memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan.
Nasir melihat pentingnya MA untuk mengatur para ASN di MA. Diungkapkannya, kadang-kadang para ASN ini yang bermain dengan pihak yang beperkara. Caranya dengan menyampaikan informasi ke pihak beperkara, seolah-olah mereka bisa membantu dalam putusan perkara.
“Orang di dalam gedung MA menjadi ‘menembak di atas kuda’. Mereka sudah tahu siapa yang menang, lalu menghubungi pihak yang menang, dan mengatakan saya bisa mengurus asal ada uang. Padahal sebenarnya mereka (orang yang beperkara) memang menang,” papar Nasir, Sabtu (17/12/2022).
Menyikapi banyaknya aparat di lembaga yudikatif yang terjerak kasus korupsi, Nasir mengatakan, Indonesia saat ini kehilangan moral habit, yaitu kebiasaan untuk melakukan hal baik dan meninggalkan hal buruk, di semua cabang kekuasaan, tidak hanya di yudikatif.
“Cuma memang ada berbedaan antara (kekuasaan) yudikatif, dengan eksekutif maupun legislatif. Yudikatif itu bangunan penegakkan hukum yang beda dengan bangunan kekuasaan lain, yang di dalamnya ada integritas, kapasitas, akuntabilitas, dan juga transparansi dalam memutuskan perkara,” paparnya.
Dijelaskannya, tidak semua orang bisa mengases bangunan penegakkan hukum. Jika tidak ada transparansi, dan minim integritas maka bangunan penegakkan hukum menjadi bangunan yang gelap bagi pencari keadilan.
“Sehingga dalam beberapa kasus mereka berurusan dengan KPK karena adanya transaksional dalam pengambilan keputusan mereka,” kata Nasir.
Dalam kondisi ini, menurut Nasir, perlu ada pengawasan yang berintegritas. “Sangat memperihatinkan ketika ada hakim agung yang berurusan dengan hukum karena korupsi,” kata politikus PKS dari daerah pemilihan (dapil) Aceh tersebut.
Dalam hal pengawasan, menurut Nasir, badan pengawas seperti sudah kehabisan tenaga untuk mengawasi. Nasir mengaku pernah mengusulkan di Badan Pengawas di MA dinaikkan levelnya.
“Jadi ada Wakil Ketua MA di bidang pengawasan. Selama ini kan adanya wakil ketua judicial, wakil ketua nonjudicial. Lalu ada kamar agama, pidana. Jadi seharusnya biar ada pengawasan lebih efektif maka harus ada wakil ketua MA bidang pengawasan. Jadi badannya langsung dilikuidasi digantikan wakil ketua MA bidang pengawasan,” kata dia.
Dengan begitu, lanjut Nasir, mereka bisa mengawasi. Komunikasi dengan pimpinan MA tidak ada hambatan. Jika hanya selevel badan, menurutnya, akan ada jarak karena ada jenjang atau birokrasi untuk menyampaikan ke Ketua MA.