REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan UU KUHP yang baru tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif sebagaimana terefleksikan pada KUHP lama. Namun KUHP yang baru ini mengandung elemen keadilan rehabilitatif yang lebih relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kondisi masyarakat Indonesia.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad menyampaikan, konsep pemidanaan pada KUHP kini jauh lebih relevan. Alasannya pengaturan terkait pidana, khususnya pidana pokok kini tidak hanya mengedepankan pada pidana penjara, namun juga meliputi pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
“Melalui pengaturan pidana pengawasan dan pidana kerja sosial sebagai alternatif dari pidana penjara, KUHP baru turut mengedepankan konsep pidana yang lebih mengedepankan aspek perbaikan baik bagi pelaku maupun korban,” kata Rumadi, dikutip dari siaran pers KSP pada Kamis (22/12/2022).
Disahkannya KUHP yang baru tidak hanya berlaku sebagai kodifikasi hukum pidana nasional, namun juga mewujudkan paradigma hukum pidana modern. Hal ini ditunjukkan dengan adanya aturan terkait rehabilitasi, pelatihan kerja, perbaikan akibat tindak pidana, dan lainnya yang tercantum dalam KUHP yang baru ini.
“Seyogianya elemen rehabilitatif pada KUHP mencerminkan keadilan tersendiri karena tidak hanya mengedepankan penerapan sanksi bagi pelaku kejahatan. Tapi juga mengedepankan upaya perbaikan pada pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi,” kata Rumadi.
KUHP yang baru, kata dia, menjamin bahwa hukum pidana bukan sarana balas dendam. Tidak hanya korban kejahatan yang dipenuhi hak pemulihannya, pelaku kejahatan juga dikoreksi perilakunya.
“Upaya rehabilitatif tersebut penting agar pelaku kejahatan dapat kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna,” kata Rumadi.