Kamis 22 Dec 2022 19:06 WIB

Jaksa Resmi Kasasi Putusan Bebas HAM Berat Paniai

Kasasi diharapkan dapat menghasilkan keputusan hukum sesuai dengan dakwaan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).
Foto: Republika/Rizky Surya
Terdakwa tunggal kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu saat divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan sudah melayangkan memori kasasi putusan bebas terdakwa Mayor Inf (Purnawirawan) Isak Sattu, terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat Paniai 2014. Direktur Pelanggaran HAM Berat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Erryl Prima Agoes mengatakan, memori kasasi sudah resmi diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu (21/12/2022).

“Kalau pernyataan kasasi, kan sudah kita sampaikan. Dan kemarin (21/12), memori kasasinya sudah kita serahkan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Makassar,” kata Erryl saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, di Jakarta, pada Kamis (22/12/2022).

Baca Juga

Erryl mengatakan, kasasi yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan hukum sesuai dengan dakwaan, maupun tuntutan JPU terkait kasus tersebut. “Karena itukan diputusnya bebas. Kita berharap proses kasasi dapat memberikan keputusan yang adil bagi korban, dan masyarakat,” ujar Erryl menambahkan.

Dia mengatakan, pertimbangan diajukan kasasi, juga dengan melihat fakta pengadilan dari putusan majelis hakim yang tak mufakat. Kata Erryl, ada dua anggota majelis hakim yang sependapat dengan dalil JPU tentang pelanggaran HAM berat Paniai itu. “Sehingga, harapannya dari kasasi ini, bisa sesuai dengan dakwaan kami (JPU),” tegas Erryl.

Pengadilan HAM Adhoc pada Kamis (8/12/2022) memvonis terdakwa Isak Sattu tak bersalah dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai Papua 2014. Atas vonis tersebut, Ketua Majelis Hakim Sutisna membebaskan Isak Sattu dari semua tuntutan.

Dari lima anggota majelis hakim, dua hakim menyatakan dissenting opinion terkait vonis maupun putusan bebas tersebut. Putusan bebas tersebut, jauh dari harapan JPU yang meminta majelis hakim menghukum Isak Sattu selama 10 tahun penjara.

JPU dalam dakwaan, maupun tuntutannya menerangkan, terdakwa Isak Sattu adalah perwira penghubung (pabung) dan sebagai perwira dengan kepangkatan tertinggi di Kodim 1705/Paniai saat peristiwa kerusuhan terjadi pada 8 Desember 2014 di Paniai. Atas kerusuhan tersebut, para anggota militer melakukan serangan terhadap warga biasa, yang menewaskan Otianus Gobai (18 tahun), Simon Degei (18), Yulian Yelimo (17), Abia Gobay (17), dan Alfinsus Youw (17).

Serangan terhadap warga itu juga melukai sedkitnya 17 orang, dan dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Dalam dakwaan dan penuntutan JPU menguatkan tuduhan terhadap terdakwa Isak Sattu dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) a dan b Jis Pasal 7 b, dan Pasal 9 a, Pasal 37 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, subsider Pasal 42 ayat (1) a, dan b Jis Pasal 7 b, Pasal 9 h, Pasal 40 UU Pengadilan HAM. Namun, dalam putusan majelis hakim, Kamis (8/12/2022) menyatakan terdakwa Isak Sattu bukanlah pihak penanggung jawab atas peristiwa tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement