Sabtu 31 Dec 2022 22:15 WIB

Keluarga Mantan ISIS Hadapi Kebencian Masyarakat

Keluarga mantan anggota ISIS kesulitan dalam berintegrasi kembali di masyarakat

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Keluarga mantan anggota ISIS  kesulitan yang dihadapi dalam upaya untuk berintegrasi kembali di Suriah dan Irak
Foto: Reuters
Keluarga mantan anggota ISIS kesulitan yang dihadapi dalam upaya untuk berintegrasi kembali di Suriah dan Irak

REPUBLIKA.CO.ID, RAQQA -- Marwa Ahmad jarang meninggalkan rumahnya di kota Raqqa, Suriah. Ibu tunggal empat anak ini mengatakan, orang-orang memandangnya dengan curiga dan menolak menawarkan pekerjaan, sementara anak-anaknya diintimidasi dan dipukuli di sekolah.

"Sekarang, saya harus menghadapi orang-orang, dan banyak orang di masyarakat ini telah disakiti oleh (ISIS),” kata Marwa.

Marwa dan anak-anaknya membayar harganya, karena pernah menjadi anggota ISIS yang menguasai wilayah Suriah dan Irak pada 2014. Dia termasuk di antara puluhan ribu janda dan istri milisi ISIS yang ditahan di kamp al-Hol dan tanpa hukum di timur laut Suriah setelah koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) dan pasukan Kurdi Suriah membersihkan ISIS dari wilayah tersebut pada 2019.

Keluarga Marwa dan semakin banyak keluarga sejak itu diizinkan pergi, setelah otoritas Kurdi yang mengawasi kamp memutuskan bahwa mereka tidak lagi berafiliasi dengan ISIS dan tidak menimbulkan ancaman bagi masyarakat. Namun kesulitan yang dihadapi dalam upaya untuk berintegrasi kembali di Suriah dan Irak menunjukkan kebencian yang dalam dan pahit.

Masih ada ketakutan terhadap sel-sel tidur ISIS yang terus melakukan serangan. Milisi ISIS di Raqqa menyerang dan membunuh enam anggota pasukan keamanan pimpinan Kurdi atau Syrian Democratic Forces (SDF) pada awal pekan ini. Serangan itu terjadi menyusul gelombang serangan SDF dan AS yang menargetkan milisi ISIS di Suriah timur.

Di dekat rumah Marwa, sebuah slogan ISIS “Kekhalifahan Islam akan datang, insya Allah,” terukir di dinding sebuah bangunan bobrok. Itu adalah ideologi yang pernah diyakininya juga.

Marwa mengatakan, dia dan saudara perempuannya bergabung dengan ISIS setelah saudara laki-laki mereka yang seorang anggota ISIS terbunuh dalam serangan udara AS pada 2014. Dia menikah dengan anggota kelompok tersebut, meskipun dia ditugaskan sebagai seorang perawat bukan pejuang. Dia ditahan sejak 2019.

Menurut Marwa, sekarang dia telah menolak ISIS. Komunitasnya tidak percaya itu dan dia mengklaim itu karena mengenakan cadar niqab konservatif yang menutupi sebagian besar wajahnya.

"Tentu saja, bukan hanya organisasi yang melakukannya. Kami, orang-orang yang tinggal di Suriah, telah disakiti oleh Free Syrian Army, rezim, dan ISIS, bukan? Namun mereka tidak mengatakan itu," ujarnya.

Marwa mengatakan, toko roti tetangga terkadang menolak memberikan rotinya. Bahkan ayahnya sendiri mengancam pemilik toko yang mempekerjakannya bahwa akan menuduhnya berkomunikasi dengan ISIS jika tidak memecatnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement