REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Eks Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara mengakui telah meminjam sejumlah dana kepada rekan bisnisnya Stelly Gandawijaja. Namun, dia membantah telah melakukan penipuan, penggelapan SPBU bahkan pencucian uang.
Irfan pun menilai, tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut dirinya hukuman 12 tahun penjara akibat melakukan penipuan dan pencucian uang, tidak masuk akal. "Tuntutan yang menurut saya sangat-sangat tidak masuk akal dengan menuntut saya dan istri, dua belas tahun," ujarnya saat membacakan pleidoi secara daring pada sidang di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Senin (30/1/2023).
Dia mengaku meminjam dana talangan kepada Stelly dengan pertimbangan sebagian uang miliknya berada pada pelapor. Termasuk, sejumlah fee dari bantuannya ke Stelly melakukan pembebasan lahan di Sukabumi dan Majalengka.
Pinjaman dana ke Stelly yaitu uang Rp 12,5 miliar untuk pembelian SPBU Walahar di Karawang, membeli rumah di Cipedes Bandung Rp 1,6 miliar, dana Rp 600 hingga Rp 800 juta untuk membayar kekurangan pembelian rumah di Setraduta Bandung. Serta transfer Rp 50 juta tiap bulan untuk dukungan kegiatan politik periode 2014-2018.
Dia sempat meminjam dana talangan Rp 2,5 miliar kepada Stelly yang diketahui ternyata berasal dari dana Rp 4,5 miliar miliknya. Irfan mengatakan, dana Rp 4,5 miliar miliknya yang berada di tangan Stelly merupakan dana pengembalian uang transaksi pembelian gedung dan pelapor saat itu menawarkan diri untuk menjadi penagih uang tersebut.
"Saya mengakui meminjam dana talangan dengan dasar ada uang saya di Stelly. Saya tidak melakukan penipuan, penggelapan apalagi pencucian uang," katanya.
Sejumlah SPBU di Kabupaten dan Kota Cirebon, Sukabumi serta Palabuhan Ratu dibelinya dengan menggunakan dana kredit bank. Beberapa di antaranya dijual kembali karena merugi. Perbaikan infrastruktur SPBU Walahar pun menggunakan kredit bank.
"Salah dan keliru, Stelly mengklaim bahwa semua SPBU yang dimiliki diperoleh dengan uang Stelly," katanya.
Rincian utang Rp 42 miliar yang disodorkan Stelly kepadanya, dia mengaku, sudah membayar Rp 5 miliar dan tersisa Rp 37 miliar. Irfan mengaku, akan membayar apabila terdapat rincian utangnya kepada pelapor. Namun, rincian tersebut tidak ada.
"Saya siap membayar asal ada rincian yang jelas dan logis disepakati kedua belah pihak yaitu antara saya dan Stelly. Tidak semena-mena sebelah pihak seperti saat ini," katanya.
Irfan pun merasakan kejanggalan dalam kasus yang dihadapinya. Dia mengaku, menjalin hubungan bisnis dengan Stelly sejak tahun 2013 dan tidak pernah muncul masalah.
Namun, secara tiba-tiba pada tahun 2021 saat pemilihan ketua partai di Jabar berlangsung dirinya dilaporkan oleh Stelly. Irfan merasa, jika sejak dulu pelapor merasa dirugikan mengapa laporan dilakukan pada tahun 2021.
"Nama baik saya tercoreng, karir politik hancur dan tersingkir," katanya.