REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara terdakwa Putri Candrawathi, Arman Hanis, mengatakan, replik tim jaksa penuntut umum (JPU) merupakan klaim kosong, tanpa bukti, asumsi-asumsi baru, hingga tuduhan baru terhadap tim penasihat hukum.
"Sebagian besar dari enam ribu kata yang ditulis di replik tersebut menuliskan klaim kosong tanpa bukti, asumsi-asumsi baru, hingga tuduhan baru terhadap tim penasihat hukum," kata Arman Hanis di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis.
Tim pengacara Putri juga menyindir jaksa penuntut umum yang menuliskan replik setebal 28 halaman untuk menjawab nota pembelaan atau pleidoi Putri Candrawathi yang setebal 955 halaman.
Armanjuga mengatakan, bahwa dirinya tidak menemukan bantahan yang didasarkan pada alat bukti valid dan argumentasi hukum yang kokoh dalam replik tim jaksa penuntut umum. "Replik tersebut justru penuh kata-kata klise dan serangan terhadap profesi advokat," tambahnya.
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum meminta kepada majelis hakim untuk menolak pleidoi dari pengacara terdakwa Putri Candrawathi. Tim jaksa menilai, bahwa pengacara Putri hanya bermain dengan akal pikiran untuk mencari simpati masyarakat.
Selain itu, jaksa juga menyampaikan bahwa Putri Candrawathi mempertahankan perilaku ketidakjujurannya yang didukung oleh tim penasihat hukum, untuk tetap berkata tidak jujur dengan tujuan agar perkara yang kini sedang berlangsung tidak terbukti.
"Dan seolah-olah melimpahkan kesalahan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah meninggal dunia karena tertembak akibat dari perbuatan salah satunya terdakwa Putri Candrawathi, bersama-sama dengan saudara Ferdy Sambo, saksi Kuat Ma?ruf, saksi Ricky Rizal Wibowo, dan saksi Richard Eliezer," kata jaksa.
Putri Candrawathi merupakan satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Istri Ferdy Sambo itu dituntut pidana penjara delapan tahun oleh jaksa penuntut umum.
Dua terdakwa lain juga dituntut masing-masing delapan tahun pidana penjara, yakni Kuat Ma'ruf, dan icky Rizal. Sedangkan Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup dan Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun. Kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.