REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) selama Tahun 2022 memberikan 1.433 notifikasi peringatan deteksi dini dan ancaman siber kepada kementerian dan lembaga. Kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan, temuan deteksi dini dan ancaman siber ini paling banyak terjadi yaitu web defacement atau peretasan dengan mengubah tampilan website yakni 26 persen, data breach yakni serangan siber dengan menyusup masuk ke sistem dan mengekstraksi data penting sebanyak 26 persen dan ransomware yakni peretasan dengan mengunci dan mengenkripsi sistem dengan 24 persen.
"BSSN telah memberikan 1.433 notifikasi peringatan deteksi insiden siber kepada stakeholder. BSSN secara proaktif berkoordinasi dengan stakeholder guna memperbaiki celah melalui eksistensi penanganan insiden siber," ujar Hinsa saat konferensi pers Lanskap Keamanan Siber di Indonesia di Kantor BSSN, Ragunan, Jakarta, Senin (20/2/2023).
Hinsa mengatakan, notifikasi yang dikirimkan ke kementerian/lembaga tersebut merupakan hasil monitoring BSSN selama 24 jam. Dalam monitoring itu, BSSN memantau adanya anomali atau kemungkinan indikasi serangan terhadap suatu instansi.
"Jika ditemukan, kita berikan informasi notifikasi kepada mereka awas ini ada fenomena atau anomali yang ada di sistem elektronik saudara, agar segera waspada atau dicek sistemnya apakah ada kerentanan atau tidak," ujarnya.
Hinsa juga mengakui jumlah notifikasi deteksi dini dan ancaman siber ini terus meningkat seiring dengan penggunaan teknologi informasi atau digitalisasi. Sebab, secara umum serangan ataupun ancaman di ruang siber cenderung akan meningkat dengan tingginya pemanfaatan teknologi informasi.
"Jadi memang ke depan akan cenderung meningkat karena tentu juga orang melalukn serangan ini banyak motif ya," ujarnya.
Karena itu, Hinsa berharap agar kepatuhan kementerian/lembaga sebagai penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dalam menindaklanjuti notifikasi deteksi tersebut terus meningkat. Selain itu, kepatuhan K/L itu juga diikuti dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang bertugas menangani keamanan siber di instansi tersebut.
"Terus terang saja SDM ini jadi persoalan utama kita yang juga menjadi prioritas juga untuk meningkatkan karena terutama orang orang pegawai yang bertugas di bidang digital security atau keamanan digital," katanya.
"Sekarang banyak ahli ahli tenaga terampil di bidang digital tetapi khusus di keamanan siber ini belum, karena itu SDM dan ini salah satu menurut kami yg perlu ditingkatkan di fase akan datang," ujarnya.