REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyadari putusan soal penundaan Pemilu sudah menuai kontroversi. Berbagai pihak mengkritik pedas PN Jakpus, termasuk dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Juru Bicara sekaligus hakim PN Jakpus Zulfikli Atjo mengamati pemberitaan soal Mahfud MD yang menganggap hakim PN Jakpus menunjukkan ketidakpahaman pengelompokan ilmu hukum. Namun menurut Zulkifli, majelis hakim PN Jakpus sudah bekerja secara runut hingga sampai ke putusan perkara ini.
"Boleh-boleh saja berkomentar, tapi faktanya ada putusan sela tentang itu, ada eksepsi tentang itu, pengadilan menilai itu. Majelis menyatakan bahwa untuk perkara 757 ini boleh disidangkan oleh pengadilan negeri. Dan itu ada putusannya," kata Zulkifli kepada wartawan, Jumat (3/3).
Zulkifli menepis Mahfud MD yang menilai putusan PN Jakpus dalam perkara ini sudah kelewatan. Ia meyakini putusan majelis hakim PN Jakpus sudah didasari pertimbangan hukum yang memadai. "Jadi, tidak ada yang berlebihan di situ, itu memang sudah melalui pertimbangan berdasarkan bukti-bukti yang dipertimbangkan," ujar Zulkifli.
Zulkifli tak mempersoalkan kritik dari Mahfud MD. Menurutnya, putusan ini memang sudah menjadi buah bibir. Sehingga siapa saja berhak melontarkan kritik.
"Mengenai putusan itu sudah menjadi milik publik dan terbuka untuk umum bisa dilihat oleh siapa saja, bisa dikomentari oleh ahli-ahli, silakan aja," ujar Zulkifli.
Selain itu, Zulkifli mempersilahkan pihak tergugat untuk menempuh proses hukum lanjutan. KPU memang sudah menyatakan akan banding atas putusan itu. "Kalau misalnya itu tidak sependapat ya silakan ada upaya hukum kok diberikan ada banding," ucap Zulkifli.
Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada Kamis (2/3). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika.co.id Kamis (2/3).
Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh PRIMA. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan PRIMA kabur atau tidak jelas. "Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan. Putusan ini diketok oleh Hakim Ketua Majelis Teungku Oyong dengan anggota hakim H.Bakri dan Dominggus Silaban.