Rabu 22 Mar 2023 10:37 WIB

Politikus PKS Ungkap Kejanggalan Perppu CIpta Kerja, dari Draf Hingga Putusan MK

UU Cipta Kerja dinilai jadi sejarah kelam peraturan ketatanegaraan di Indonesia.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) Jawa Tengah membakar ban bekas saat aksi unjuk rasa di depan kompleks kantor DPRD Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (14/3/2023). Dalam aksinya GERAM Jateng menyerukan  sejumlah tuntutan kepada pemerintah di antaranya yaitu menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja, menuntut presiden mencabut Perppu Cipta Kerja, serta menuntut presiden dan DPR RI tunduk terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Foto: Antara/Aji Styawan
Massa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) Jawa Tengah membakar ban bekas saat aksi unjuk rasa di depan kompleks kantor DPRD Jawa Tengah, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (14/3/2023). Dalam aksinya GERAM Jateng menyerukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah di antaranya yaitu menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja, menuntut presiden mencabut Perppu Cipta Kerja, serta menuntut presiden dan DPR RI tunduk terhadap Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI walau diwarnai penolakan dari Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Politisi PKS, Indra MH mengungkapkan sejumlah kejanggalan UU Cipta Kerja.  Indra berpendapat, kehadiran Perppu Cipta Kerja telah menjadi sejarah kelam dalam peraturan ketatanegaraan di Indonesia. 

Baca Juga

Pasalnya, peraturan yang dibahas DPR RI tidak ada yang memegang draft dari susunan undang-undang tersebut. "Ketika dibahas draftnya tidak dipegang dan itu pertama kali terjadi sejak republik ini berdiri," ujar Indra, Rabu (22/3/2023). 

Ia mengkritisi pula sikap pemerintah dalam menyikapi putusan MK terkait UU Cipta Kerja. Sebab, Indra menyebut, seharusnya pemerintah menjalankan perintah untuk memperbaiki UU Ciptaker, tapi yang terjadi pemerintah malah menerbitkan Perppu.

Padahal, putusan MK jelas menyatakan inkonstitusional lantaran cacat formal. Sebab, ada proses yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan, tidak ada partisipasi publik dengan melibatkan aktivis, buruh, pekerja dan lain-lain. "Yang terjadi malah menerbitkan Perppu dimana tidak akan kondisi yang mendesak," katanya.

Indra menekankan, penolakan PKS terhadap UU maupun Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk keberpihakan terhadap kepentingan rakyat. Apalagi, ia menilai, banyak pasal yang merugikan kaum pekerja dengan dimudahkan PHK terhadap pegawai.

Selain PHK dipermudah, ia mengingatkan, pesangon tidak wajib diberikan. Hal ini yang menjadi beberapa alasan PKS untuk selalu konsisten menolak peraturan yang merugikan kaum pekerja karena ini bentuk sikap PKS terhadap kepentingan rakyat.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement